Menjadi commuter di Ibu Kota tidak begitu
gampang. Apalagi untuk gue yang masih baru dalam hal pergi bolak-balik antar
provinsi hampir setiap hari ini. Gue tinggal di Bekasi, sedangkan Kebayoran
Baru adalah lokasi dimana gue bekerja kini. Pertamanya sih, gue merasa kaget
dengan semua ini, seperti ketika harus mengetahui bahwa lama perjalanan yang
gue tempuh dari rumah ke daerah Jakarta selatan tersebut selama dua jam pada
saat kondisi jalan Jakarta dalam keadaan normal. Hal ini dikarenakan gue harus
melewati daerah pusat kemacetan yang terkenal di Jakarta, Jalan Gatot Subroto dan Semanggi.
Alhasil, semua ini nampak begitu berat bagi commuter
pemula seperti gue.
Setiap harinya, angkutan
yang selalu mengantar gue adalah bis AC 05 jurusan Blok M – Bekasi. Tanpa bis
tersebut, apalah artinya gue. Mungkin hanya butiran berlian yang terhempas di
langit Senayan. Halah! Ketika masih kuliah dulu, gue menumpang bis ini hanya
untuk ke toko buku di Plasa Senayan. Mungkin hanya beberapa bulan sekali ketika
sang dosen menyarankan untuk membaca novel literature, ataupun atas dasar
kemauan sendiri.
Minggu,
06 Januari 2013
Well,
this is an absurd day.
Seperti biasa, semenjak ada dua dokter di klinik dimana gue kerja, sekarang gue
harus masuk kerja di hari Minggu. Senin, luckily,
gue libur. Untungnya, suasana klinik cukup lengang di hari Minggu. Otomatis
jam pulang gue bisa dimajuin lebih awal dari jadwal yang ditentukan. Biasanya
sih pukul 2 sudah pulang. Suasana jalan
pulang di hari Minggu siang tambah menggembirakan.
Tapi sih tadi tumben keluar klinik
sudah mulai sekitar pukul setengah empat. Salah satu teman kerja, sebut saja
Maul belum menyelesaikan tugasnya, dan gue asyik menjawab trivia buat diposting
di blog untuk hari keempat. Hehehe.. Tapi, yang bikin lama juga sih sebenarnya
ada pasien baru yang bikin ribet bukan kepalang. Sebelumnya, dia datang
langsung bersama temannya ke klinik untuk membuat janji dengan si dokter.
Pertamanya sih, gue pikir beliau orang Arab; dilihat dari font di iPhonenya
yang bertuliskan huruf Arab, saat memberikan gue nomor teleponnya. Wajahnya pun
tipikal, berhidung mancung, matanya kecil, namun kulitnya lebih terang. Saat
menepati janjinya tadi siang, beliau membawa serta sang istri dan seorang
anaknya yang masih kecil. Dilihat dari form kesehatannya, ternyata beliau berasal
dari Libya.Sayangnya Bapak tersebut berbahasa Inggris kurang lancar. Lain
halnya dengan si istri walaupun masih kental dengan aksen Timur Tengah, namun
bahasa Inggrisnya terbilang lancar. Jika dilihat dari situasi ini, bisa
dipastikan di ruang pemeriksaan nanti akan ada transit bahasa, Inggris – Arab
Libya – Inggris lalu kembali ke Arab Libya dan seterusnya. Terbukti, ruangan
menjadi hening sesaat mereka melakukan percakapan ketika bertanya ke si suami
bagaimana kondisi punggung dan area bermasalah lainnya saat itu. Gue dan dokter
pun saling pandang. We totally didn’t
understand what they were talking about. Ditambah lagi si anak yang jalan
mengelilingi ruang dokter yang hanya berukuran sekitar 3 x 3 meter, menangis
karena tidak mengizinkan Babanya (panggilan dalam bahasa Arab) diperiksa oleh
si dokter, dan juga berulang kali terjatuh karena masih belajar menyeimbangkan
badan saat berjalan, sungguh meramaikan suasana. Perkiraan gue benar. Setelah
pemeriksaan selesai pun si dokter bilang ke gue, “This is so abstract, Ika.” Gue merasa pusing.
Tahun
lalu begitu berkesan buat gue. Pasalnya, semua berkah hadir dan mengalir deras
kala itu. Dari momen yang dengan kerja keras untuk dicapai dan akhirnya gue
dapatkan, sampai keinginan yang sebelumnya belum pernah gue cita-citakan
sebelumnya, terjadi. Like dream came true. Ada pula juga apa yang selama ini gue mau,
tapi belum kesampaian sampai saat ini. Moga-moga tercapai di tahun berikutnya
ya. Everything is possible in our lives,
kan?
Happiness came very early in the early of the
year. Di awal tahun, gue lulus kuliah. Siapa yang nggak gembira coba?. Dari
awal gue takut kalo gue bakal menghabiskan waktu selama 5 tahun di kampus gue
tercinta. Nyatanya, Januari 2012 dengan belajar selama 4 tahun 4 bulan,
akhirnya gue mendapatkan hasil dari kemauan untuk kerja keras selama ini. Nilai
yang bisa membanggakan orang tua. Selang dua bulan, gue diwisuda. Gue pake
toga, cyiiin! Saat puncak acara dimulai, nama gue dipanggil sebagai mahasiswa
terbaik di jurusan tempat gue belajar. Apa lagi yang nggak bisa gue syukuri
dari semua yang gue dapatkan saat itu? Terlebih lagi, usai acara, gue keluar
dari gedung, terlihat bokap dan nyokap menyambut gue dengan wajah yang
bersinar. Mereka yang tengah terharu memeluk gue dan gue mendengar suara bokap
gue berbisik, “Alhamdulillah, ya Allah..” :’) Walaupun dulu gue bikin mereka
kecewa karena nggak masuk perguruan tinggi negeri dan menjadi wanita angkatan
darat, seenggaknya gue bisa membayar kekecewaan gue dengan rasa bangga.
Masa
liburan sekolah berdampak baik juga pada saya, yang sampai saat ini masih
menjadi tenaga pengajar, yaitu bisa merasakan juga free day from having learning-teaching activities. Mumpung masih
bisa liburan, karena akhir bulan sudah berganti profesi, marilah berjalan-jalan
menikmati waktu yang tengah senggang-senggangnya. Tempat yang dituju pada
Minggu (8/7) kemarin, yaitu Kota Tua, JakartaKota, di Jakarta Barat. Saya lebih
suka pergi di hari Minggu karena jalan, dan transportasi umum cukup lengang
tanpa sesak. Terbukti, kereta yang saya tumpangi kemarin, tidak begitu padat
oleh penumpang. Berkunjung ke tempat
tersebut sebenarnya tidak hanya untuk mengisi liburan semata, di samping si
pacar yang belum pernah menginjakkan kaki ke tempat bersejarah tersebut *eh,
ini rahasia loh! :D*, saya dapat berkeliling sekitar Kota Tua, dan mengambil
gambar bangunan-bangunan tua. Rencana pertama yang saya buat dengan si pacar sih
sebenarnya ingin datang dan melihat pameran LevitasiHore dalam rangka Jakarta
Art Festival yang diadakan dari tanggal 6 – 8 Juli 2012, namun ternyata ketika
sampai di booth tersebut, kami hanya
melihat-lihat kurang lebih sepuluh menit. Walaupun hanya sebentar, atau bisa
dibilang sekilas, saya cukup senang berada di sana, dengan niat dari Bekasi ke
Kota, untuk melihat Pameran LevitasiHore. Memang, hasil jepretan saya tidak
dipajang di sana, namun saya berbangga hati juga mengenal komunitas tersebut, serta
pernah ikut berpartisipasi mengunggah hasil karya saya yang sedang berlevitasi
di situsnya. Sedih juga sih, belum pernah ikut Photowalk yang diadakan
komunitas tersebut, waktu yang selalu menghimpit menjadi alasan.

Sebelum postingan ini, saya telah menceritakan
bahwa saya pergi ke taman Rekreasi Wiladatika di Cibubur Minggu kemarin untuk
menghabiskan waktu bersama pacar menikmati tempat yang lain selain bioskop.
Setelah melemparkan pandangan ke segala penjuru taman, tiba-tiba saya pun
mengajak pacar untuk berlevitasi. Sudah lama rasanya tidak mengambil gambar
dengan konsep anti gravitasi tersebut. Untungnya, pacar pun mengiyakan. Sambil
menikmati taman, kami mengambil gambar di spot yang kami rasa cocok untuk
levitasi. Mungkin kami terlihat aneh untuk orang-orang, terutama saya yang
lompat-lompatan. I don’t care. Di
saat banyak orang pacaran pula di sudut-sudut taman, saya dan pacar malah asik
levitasi. Pacaran di pojok itu is so mainstream, you know… *halah
Pertama melompat, memang
badan sudah agak kaku dan saya berusaha untuk melemaskannya kembali. Hmm..
sudah berapa lama ya, saya tidak berlevitasi. Dulu, saat saya baru mengenal
levitasi, rasanya ingin dipotret setiap hari. Ekstasi. Mumpung disediakan waktu
dan tempat, oleh Rahadian, dengan kamera Xperia Mini Pro SK17i dan dengan mode
sport, here are the pictures :
*Brightness and Contrast are
added on Photoscape
Posted by
orange lover!
13.49
Minggu
24 Juni 2012 kemarin, akhirnya saya bisa menghabiskan hari di luar rumah maupun
lepas dari penat kerja. Maklum, dengan aktifitas yang cukup padat dari Senin
hingga Sabtu, hampir mustahil untuk menikmati waktu yang senggang untuk bertamasya.
Kalo nggak mengganti waktu tidur yang terampas, ya paling mengobrol dengan
keluarga maupun pacar di rumah. Walaupun merupakan suatu rencana yang mendadak
dan hanya memiliki waktu 3 – 4 jam, saya mengajak pacar pergi ke Taman Rekreasi
Wiladatika di Cibubur. Tepatnya di seberang Cibubur Junction. Disana, saya
menikmati suasana taman yang jarang ditemui di kota besar seperti Jakarta
maupun Bekasi dimana saya tinggal. Ya, walaupun harus membayar untuk masuk ke
sebuah taman yang tidak terlalu banyak pohon hanya rerumputan yang cukup luas,
namun saya mensuyukuri bisa menghabiskan waktu di sana. Bukannya pelit karena
harus mengeluarkan uang, namun seharusnya taman disediakan untuk masyarakat
secara cuma-cuma, tidak hanya memperindah kota, namun juga dapat menjadi tempat
berkumpul dengan udara segar tanpa adanya polusi maupun pendingin udara. Namun,
saya mensyukuri masih ada Taman di Jakarta. Maklum, saya belum melihat tempat
yang benar-benar bisa disebut taman di Bekasi dan Taman Wiladatika adalah
tempat yang masih bisa dijangkau dari Pondok Gede, Bekasi.
Senang rasanya bisa jalan berkeliling di taman
tersebut. Sebuah air mancur yang terlihat saat memasuki gerbang taman, cukup
menggugah perasaan yang tadinya agak galau jadi segar. Anak-anak kecil yang
berlari-lari kecil kegirangan sambil bermain bola, sekumpulan orang yang
bersenda gurau sambil menikmati pemandangan sekitar menambah rasa untuk
mengembangkan senyum lebih lebar lagi.. Tak lupa juga ada remaja-remaja yang
berfoto di depan air mancur, maupun di kebun bunga. Tuh kan, we can do anything in the park. Kota
besar ini terlalu banyak taman belanja (red- mall) yang tidak bisa memberikan
keceriaan seperti ini. Wishing the city
where I live have a nice park.
Some say that waiting is a boring
thing. I didn't know how I say about that phrase last Thursday morning. I was
waiting for my mom in a canteen in her office when I saw a beautiful morning
scene. One thing that made me so patient to wait for her was the view. From
that vacant room, there is a big window, so I could see Monumen Nasional
through it. Yap, Mom's office is across from that monument, so people can see
clearly the peak. It's a usual thing for me. What I see every day in front of
my house is just a high building like a hotel. I hate that. Finally, to make
sure that I’ll not forget this nice scene, after a minute starring at that
monument, I decided to capture that scene. Ah, what if this scene can be moved
into in front of my room…
Saya merasa
sedih karena sepertinya tidak menyelesaikan tantangan #30DayBlogging dengan
baik. Kegiatan yang cukup penuh minggu ini dengan panggilan kerja sampai
kejadian kesasar di depan stasiun Kota mencari pintu masuk shelter busway cukup
bikin stress. Kalau memang ada yang namanya setan nyasar, mungkin saya memang
sedang dibuat pusing dengan kelakuannya. Padahal sebenarnya saya merasa cukup
familiar dengan daerah Jakarta Pusat. Entah kenapa, saya tiba-tiba terdampar di
Kota.
Hal
ini bisa terjadi saat saya ada panggilan kerja di daerah Cideng Barat, Tanah
Abang, Senin kemarin. Sehabis interview di sebuah perusahaan otomotif, saya
harus kembali ke kantor Ibu yang terletak di jalan Veteran untuk memperpanjang
SIM C. Saya naik M10 jurusan Kota – Jembatan Lima dan berniat untuk turun di
Harmoni. Namun, apa daya, Harmoni tak tercapai, saya merasa sungguh familiar
dengan gedung-gedung tua yang saya lihat saat itu. Benar saja, mata saya
terbelalak ketika saya melihat sebuah tulisan besar di depan gedung putih itu,
MUSEUM BANK MANDIRI. Sh*t! A pretty girl
named Ika, was lost alone. EL – OW – ES – TI. LOST! EI – EL – OW – EN – I. ALONE!
Posted by
orange lover!
22.19
Banyak orang yang bilang dari
tanggal 17 – 20 Mei kemarin merupakan akhir pekan yang panjang. Saya sih juga
bilang. Tapi saya nggak begitu menikmatinya. Yak. Jumat masih harus mengajar di
tempat les dimana saya bekerja. Merasa iri juga sih, ketika nyokap yang pegawai
negeri bisa bersantai di rumah 4 hari penuh sedangkan saya harus pergi
mengajar. No problemo. Demi ranjang baru.
Ngomong-ngomong soal ranjang
baru, saya suka agak takut dengan ranjang lama saya ini. Terbuat dari kayu,
namun entah mengapa tidak terlihat kokoh berdiri. Mungkin sudah lebih dari 5 tahunan dia berada di kamar
saya. Ada beberapa tambalan di kaki nya karena sempat roboh sewaktu sepupu
kecil saya yang berumur sekitar 3 tahun bermain di atasnya berlagak seperti
Power Rangers dan Satria Baja Hitam. Alhasil, ambruk. *face palm* Ya, mungkin
kayunya yang kurang bagus. Dan setelah beberapa minggu kemudian harus
diperbaiki kembali setelah ambruk lagi saat saya hendak tidur. Padahal kan
badan saya nggak berat-berat banget. Mungkin guling lebih berat dari badan
saya. Oke, yang terakhir itu bohong.
Sangat disayangkan ketika
membayangkan harus berpisah dengan ranjang yang selama bertahun-tahun bersama.
Dia tidak pernah mengeluh kalau setiap hari saya tiduri, ataupun ketika saya
tinggal sendiri jika harus keluar kota berhari-hari. Namun sepertinya dia tidak
tahan dengan semua ini dan ambruk. Ehem. Begitulah.
Tingginya kualitas suatu barang memang nggak
bisa dibohongi. Semakin tinggi harga furniture
, makin tinggi pula kualitasnya sehingga tukang kayu pun mencari jalan
alternatif dengan membuat furniture dari kayu dengan kualitas yang rendah untuk
mencukupi modal agar dapat merendahkan harga sehingga diminati masyarakat.
Terlebih lagi kayu dengan kualitas bagus sulit dicari dan mahal. Seperti, Jati.
Saya bisa ambil contoh, lemari baju Ayah di
kamar belakang masih saja berdiri kokoh tidak termakan rayap. Padahal, umur nya
saja sudah tidak muda lagi. Lemari tersebut dibeli ketika orang tua saya ingin
menikah, yah sekitar tahun 1988. Walaupun terlihat agak horror dengan cat
hitamnya, namun masih berfungsi dengan baik. Lalu saya membandingkannya dengan
ranjang saya ini. *puk puk ranjang*
Bagaimanapun kualitas ranjang saya nanti,
dengan merawat dan membersihkannya dari debu akan menjaganya agar bertahan
sampai lama. Kalau suatu barang dengan kualitas bagus juga tidak dijaga dengan
baik, ya pasti akan sia-sia saja.
Siapa diantara kalian yang tidak
suka dengan langit? Siapa diantara manusia yang tidak pernah mengamati langit
ataupun menikmati keindahannya? Jika kalian menganggap langit hanyalah langit,
mungkin kalian salah. Di sana lah insprasi terbentang. Awannya yang menyerupai gula kapas, begitu
manis dipandang. Bagi saya, langit merupakan salah satu hiburan yang selalu
tersedia di atas kepala. Tanpa perlu membayar, birunya langit dan awan yang
menyerupai berbagai bentuk, saya dapat selalu menikmatinya.
Tapi ada satu moment dimana langit
begitu membuat saya terpesona. Ya, saat langit biru menjadi nila. Namun, hanya sesekali saja menghampiri. Warna gradasi
antara nila dan ungu saat berganti malam dapat menghentikan langkah saya dan
mengamati langit sambil mendongakkan kepala walau sebentar saja. Apalagi saat
langit itu berada di depan saya, walapun terasa sangat jauh hingga berjuta-juta
kilometer namun saya ingin mengejar dan menangkap keindahannya. Coba saja
kalian hentikan sejenak rasa terburu-buru saat pulang kerja ataupun aktifitas
lainnya di senja hari. Lihatlah ke langit. Jika, langit memberikanmu langit
dengan nila yang berkilau, nikmatilah sejenak.
Saya ini hidup di jaman apa sih? Kekerasan, baik fisik maupun verbal, makin saja dilakukan oleh beberapa anggota masyarakat, terjadi di luar sana, di tempat yang jauh jaraknya dengan saya, maupun di sekitar saya. Tidak hanya para pemuda, orang yang lebih tua pun hanya memikirkan masalah gengsi semata. Mereka membela tidak hanya agama, kekuasaan, kelompok maupun perseorangan. Apa nggak ada strategi yang bisa dilakukan untuk mendapatkan hal yang kita inginkan? Orang-orang yang lebih tua tidak menggunakan kedewasaannya untuk memandang suatu hal yang mereka sebut itu suatu masalah, sedangkan yang lebih muda, malah mengikuti ego dan tidak mau mengalah. Bagaimana bisa ketemu jalan keluarnya apabila mereka tidak berusaha mengambil jalan tengah dengan berdiskusi serta menghormati pendapat satu sama lain?
Seperti contoh kasus yang baru saja terjadi, cuma hanya karena merasa ada orang lain yang memandang kita yang katanya dengan sinis, apakah harus marah? Lalu bertengkar, saling bertukar kata-kata sampah serapah, kemudian merasa terhina, dan akhirnya tambah emosi? Lebih baik tidak usah digubris kalau hanya menambah keadaan menjadi nggak karuan. Apa, karena gengsi lagi? Kenapa sih harus diurusin orang yang memandang kita seperti itu, apalagi ketika orang tersebut tidak merasa melakukannya? Itu namanya orang gila. Dia punya mata, dia punya hak untuk melihat, kalau kita tidak tahu mengapa dia melakukan itu, ya sudah biarkan saja. Siapa tahu nanti dia akan bilang sendiri bagaimana perilaku kita sebenarnya. Atau mungkin kita yang belum bisa hidup dari kritikan? Apa mungkin kita yang belum siapa untuk menjadi makhluk sosial? Kenapa orang seperti itu nggak pindah saja ke hutan, buat rumah sendiri dan hidup sendirian tanpa orang lain yang akan mengkritik. Pujian tidak perlu-perlu amat kalau hanya untuk menaikkan gengsi dan merasa hebat dari orang lain, karena cuma bisa bikin perut buncit, nggak sehat, lalu mati.
Posted by
orange lover!
17.01
I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate
you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate
you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate
you I hate you I hate you I hate you, Dad I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate
you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate
you I hate you I hate you I hate you I hate you, Dad I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I hate you I
hate you I hate you I hate you I hate you, Dad