- Kegiatan Dibalik Debate Competition

Posted by orange lover! , 2009/07/28 12.39

Berdebat adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan pendapat kita tentang suatu hal dalam konteks apakah kita setuju tentang apa yang kita utarakan tentang hal itu atau tidak. Contohnya, Apakah Anda setuju jika saya ini adalah wanita cantik dan menawan? Hehehe.. ( iya tahu deh nggak kreatif banget pertanyaanya.) Nah, cobalah utarakan apa yang ada dalam pikiran Anda tentang pertanyaan diatas. Mengapa Anda bisa tidak setuju kalau saya ini disebut wanita cantik dan mengapa Anda setuju dengan pernyataan tersebut. Sudah.. Sudah.. Nggak usah terlalu panjang berdebatnya. Nggak usah berantem deh..ya tahu deh saya cantik. Hayo.. tadi yang setuju siapa? Terima Kasih.

Mengerti? Heheheh.. Mudah – mudahan Anda lebih pintar dari saya dan mengerti apa yang Anda ketahui tentang debat karena sebenarnya I’m not good in debating. Saya nggak terlalu mahir berbicara. Saya ini orangnya kalem kok ( kalau lagi sendirian). Beneran deh, saya lebih baik memilih untuk menulis daripada berbicara banyak di depan umum dengan orang – orang yang tak menarik bibirnya kesamping dan menatap saya dengan tatapan menekan. Well, that’s the most annoying moment in my life! Saya lebih suka berhadapan dengan kertas yang selalu bersedia dan setia untuk saya belai dengan bolpoint dan computer yang setia menerangi mata sampai larut malam.

In this wastetime story, saya mau menghantarkan beberapa kata tentang kegiatan saya saat saya harus mengikuti lomba debat sebagai Adjudicator (juri) dari tanggal 25 – 27 Mei 2009 di STBA YAPARI Bandung. This is my second experience in debate competition but I don’t know why I was still jumpy to face the competition. Gebleg banget dah ah, kenapa saya bisa nggak bisa relax dengan hal seperti ini. Saya mencoba untuk niat dan belajar dari semua ini dan membuat saya bisa membujuk pikiran saya untuk menenangkan diri. Saya semangat untuk melakukan semuanya dengan baik dan percaya bahwa saya bisa menghadapi ini, tapi saat saya sudah berada di dalam acara itu, I couldn’t deliver any words. Seakan saya menciut.

Hari pertama keberangkatan dari Bekasi menuju Bandung sangat sunyi tak ada kata yang biasanya terdengar membisingkan telinga. Sayapun tak membuka mulut sama sekali hanya berbicara jika ada yang bertanya saja. Haha.. Sok sombong banget ya! Whatever. Akhirnya saya memutuskan untuk mendengarkan lagu – lagu dari Club 8 dan white shoes and the couples company lewat MP3 Player. Sesampainya di Bandung dan check in di Hotel Nalendra, langsung kekamar no 423 dan merebahkan diri sesaat. Saatnya ke venue untuk opening ceremony tapi saya malah harus Adjudicating Seminar. Ngomong Bahasa Inggris terus. Huufpp.. Sumpah deh entah kenapa kepala saya langsung pening banget. Hooaahh.. Ngantuk pula. Lalu dilanjutkan dengan penilaian verbal tentang debate exhibition dan saya harus mengomentari tentang debate itu sampai malam pula. Pukul tujuh malam saya dengan yang lainnya ( Ms. Maria, Mujib dan Dedy) balik lagi ke hotel yang letaknya tak begitu jauh dari STBA YAPARI. Hawa di luar ternyata lebih dingin dari yang saya rasakan di dalam venue.

“ Ya ampun, Miss, dingin banget!” ujar saya sambil mengosok telapak tangan.

“ Ya iyalah Ka, kita kan lagi di Bandung. Kamu gimana sih?”

“ Oh, iya ya. Aku lupa.”

Hari kedua, inilah saatnya untuk berperang pada pukul 08.00 pagi. Debaters yang akan bersilat lidah kali ini adalah Mujibur Rohman dan Dedy Puguh dan saya sebagai Trainee Adjudicator (juri yang dilatih). Well, this is the worse moment saat harus mendengarkan para debater untuk berbicara dan mengutarakan argument mereka. Saat memasuki ruang debat, saya merasa sedikit gugup dengan keadaan yang begitu asing bagi saya. Saya nggak kenal siapa – siapa. Sampai ronde ke tiga pukul 13.00 saya baru merasakan sedikit relax karena Chief Adjudicator (kepala juri ) nya ganteng banget hehehe. Namanya Luthfi. Wajahnya yang feminim tapi charming bikin saya punya niat untuk menghampirinya lalu berkata, “ Nomer handphone nya dong!” Hehehe.

Pada saat mau makan siang, saya duduk sendiri di kursi panjang dekat tempat pengambilan kotak makan siang. Tiba – tiba ada seseorang menghampiri saya lalu dia bertanya, “ sendiri aja? “. Saya yang ditanya seperti itu tak menjawab karena malu – malu. Kayak zaman siti nurbaya aja. Saya hanya melempar senyum untuk nya sebagai jawaban. Namanya Yongki, mahasiswa Politeknik Kelapa Sawit Bekasi. Baru denger aja ada kampus nama pepohonan gitu. Heheh.. Nanti saya bikin deh Politeknik Kelapa Kopyor. ( Garing!) Tiga menit sesi melakukan sesi Tanya jawab, dia pamit untuk menuju gerombolan teman – temannya. Saya seperti pernah melihatnya dan familiar di pikiran saya. Saya pernah liat di TV. Ternyata pria dengan rambut Mohawk itu mirip sama Bondan Prakoso si penyanyi ‘Lumba – Lumba’. Swear deh!

Saat yang ditunggu – tunggu telah tiba yaitu pengumuman 16 besar debaters yang akan masuk ke quarter final dan Adjudicator terbaik. See? I’m not good enough to be adjudicator. Saya saja dapat peringkat ke 36 dari 45 juri yang ikut serta. Maaf ya membuat kalian kecewa padaku. Tapi untungnya, debaters kita dapat peringkat 27 dari dari 32 peserta team debat. Ada sedikit kemajuan pada debaters baru kita. Jadi, intinya kita nggak bisa melanjutkan pertarungan dan harus pulang lebih cepat keesokan harinya. Melihat Mujib dan Dedy yang terlihat agak stress, terguncang dan pucat pasi, akhirnya saya dan Miss Maria mengajaknya ke Cihampelas walk untuk sekedar jalan – jalan, cuci mata, cuci muka dan cuci kaki. Eh salah, ya sambil belanja – belanja lah melihat sekeliling yang baru untuk menghilangkan kekecewaan dan nestapa.

Malamnya, tepat jam setengah tujuh malam, saya dan yang lainnya beranjak dari hotel menuju Cihampelas Walk. Kami menumpang angkot jurusan Kalapa – Ledeng. Ternyata deket juga ya, nggak sampe 10 menit kami sudah sampai disana. Saya berusaha mencari baju tapi tak ada satupun yang menarik hati untuk saya beli. Akhirnya saya beli sebuah kaos di salah satu factory outlet yang bernama Aladdin karena bacaan di bagian depan kaos tersebut begitu unik.

‘Someone who love me very much went to Bandung and got me this T-shirt ‘

Saatnya pulang untuk kembali ke hotel karena perut sudah keroncongan. Kami mencari makan ( seperti ayam ya?) di sekitar Jalan Cihampelas samping restaurant cepat saji Mc Donalds. Disana terdapat warung bebek dan ayam goreng, indomie rebus, cafĂ© dari tahun 1999, nasi goreng, dan bubur ayam. Sederet makanan enak – enak seperti itu alangkah ironisnya tidak menggiurkan kami untuk bertandang ke tempat makan itu. Setelah berdiskusi alot membahas, -dimanakah seharusnya kita makan malam karena perut sudah keroncongan dari siang-, kita beranjak dari pusat factory outlet tersebut menuju hotel dimana kita menginap. Yah, seenggaknya sepanjang perjalanan ada tempat makan yang menggugah selera.

Saya baru tahu kalau di sepanjang jalan Cihampelas itu cuma ada satu jalur kendaraan. Jadi, saya pulang ke hotel dengan berjalan kaki beramai – ramai seperti orang karnaval. Betapa melelahkannya, sudah jatuh tertimpa tangga, sudah lapar berjalan kaki pula. Badan juga udah lowbatt. Mata kami tak lepas dari tempat makan sepanjang jalan. Setidaknya, we judge a book by its cover lah, kalu tempatnya enak, mudah – mudahan rasa makanannya enak juga. Heheh.. Tapi, tak disangka tak dinyana dan tak terduga, saya bertemu dengan si Mr. Lumba – Lumba wanna be di depan sebuah factory outlet yang juga menampilkan dan mempertunjukkan hewan – hewan aneh dan langka.

“ Eh ketemu lagi…!!” ujar saya

“ Hai..!” balasnya dengan senyum yang tersungging. Lalu dia mengajak saya untuk bersalaman. Saya pun tak mengerti maksud dibalik salaman tersebut. Ikutin aja deh. Lalu saya pergi meninggalkannya ,yang ingin menuju factory outlet tersebut, dan melanjutkan perjalanan dan fokus dalam makan malam.

“ Tuh ada tukang nasi goreng! “ ujar Deddy sambil mengarahkan telunjukkan ke sebuah gerobak penjual nasi goreng di pinggir jalan.

“ Ah, kayaknya nggak enak tuh!” jawab saya dengan aksen yang kurang bersemangat.

“Emang ampe sana ada tukang makanan lagi?”

“ Ada!”

Sampai rumah sakit Advent pun kami belum merasa tergugah dengan kios – kios makanan yang berderet di pinggir jalan. Dengan aneka makanan yang terekam lewat mata saya, semua itu membuat saya kenyang. Tulisan – tulisan aneka makanan yang terjual di spanduk pedagang makanan juga membuat saya ragu untuk makan apa, ada batagor kuah, nasi goreng, roti bakar, pecel lele, ayam goreng, brownies kukus dan kwetiau. Aha! Kwetiau... Saya jadi semangat untuk makan malan lagi dan spontan perut saya pun berteriak lebih kencang dari sebelumnya. Tepat di depan wartel ( yang saya lupa apa namanya ) dan di seberang plaza yang di rekonstruksi, kami makan di sana. Saya langsung memesan sepiring kwetiau setengah pedas, “ Pakai bakso ya, bang!” dan yag lainnya memesan nasi goreng.

“ Kenapa nggak dari tadi aja sih makannya. Perasaan dari tadi banyak banget tukang nasi goreng!” kata Deddy.

Saya hanya cengengesan.

Setibanya di hotel sepulang dari Cihampelas Walk, kami langsung menuju kamar masing – masing. Kaki sudah letih karena berjalan berkilo – kilo meter jauhnya ( berlebihan ). Sebelum saya memasuki kamar, Deddy memanggil saya dengan agak lirih.

“ Kenapa, cing?”

“ Ka, kayaknya foto – foto di digicamnya ke hapus semua deh!”

“ APPPPAAAAAA?????!!!! EMANG ELO APAAAIIINNN...???” geram saya.

“ ya, kan gue mau belajar make ni digicam! Eh, gue tadi lupa mencet apa, eh malah kehapus semua photonya..! Sorry ya...” jelasnya sambil menujukkan muka yang bersalah.

Sambil garuk – garuk kepala yang sebenarnya nggak begitu gatal ( hanya ekspresi kekesalan ), saya memencet – mencet tombol yang ada di sebelah layar kamera tersebut untuk mencari cara siapa tahu foto – foto yang hilang tadi masih ada atau malah tersimpan di dalam folder lain atau seenggaknya di dalam sebuah digicam ada recycle bin nya seperti di komputer dan bisa me restore files yang telah terhapus. Tapi ternyata itu hanya harapan saya saja.

“Emang disitu ada foto apa aja?”

“ banyak!” . Ya, banyak sekali. Kamera itu telah menyimpan berbagai gambar dari beberapa sudut dan angle pada saat para debater sedang berdebat, gambar saya di restaurant dan sedang melakukan penjurian, gambar kami berempat, foto saya dengan Miss Maria dengan lukisan di tembok menuju Cihampelas Walk, foto Mujib dan Deddy sedang stress seusai berdebat, juga foto saya dan Miss Maria bersama Monalisa ( ya, sebuah puzzle besar yang tersusun menjadi sebuah gambar Monalisa yang dipajang di lobby hotel dan kami bergaya di sebuah sofa yang berada di bawahnya), dan masih banyak lagi.

Pada hari setelah itu, saatnya kami pulang dan check out dari hotel. Kami sudah check out dari hotel pukul 7 pagi dan menunggu jemputan dari kampus datang. Daripada bosan karena melakukan kegiatan yang nggak penting seperti menunggu, saya dan Miss Maria memutuskan untuk internetan di dekat parkir hotel. Disana kami Facebook an dan memeriksa update website jurusan sastra Inggris kami. Mumpung internetan gratis, hehehe.. Sedangkan Deddy dan Mujib lebih memilih mengobrol dengan teman teman barunya dari universitas lain. Mereka sungguh terlihat akrab. Karena belum sarapan pagi, saya memutuskan untuk ke restaurant di hotel tersebut. Pertamanya sih cuma makan buah dan kopi susu, eh ngeliat ada yang makan omelette, saya langsung memesannya kepada si Mbak pelayan restaurant. Wow... Nyossmakk sekali... Nikme’! Telur goreng setengah matang dengan campuran sosis, bawang bombay dan tomat tersebut begitu cepat rasanya tak tersisa diatas piring karena saya tak sabar untuk terus mengunyah dan merasakan omelette tanpa campuran paprika hijau itu. Miss Maria aja sampai nggak kebagian.

Saatnya pulang dan kembali pada rutinitas di Bekasi. Saya merelakan semua yang telah yang saya sukai dari Bandung itu. Pemandangannya, hotelnya, lomba debatnya, jalan kakinya, sampai saya pun tak rela mengucapkan selamat tinggal kepada omelette nan enak itu. Hiks..! Setumpuk tugas dan kepadatan jadwal telah mengucapkan selamat datang. Sayonara, Bandung! Sampai berjumpa lagi! Dan hadirkan berjuta kenangan dan cerita yang tak terlupakan lagi.

Cheers! (^.^)w