gigiku yang tak berkawan

Posted by orange lover! , 2009/03/21 14.23

Hari ini adalah hari dimana diri ini menghadapi derita dan cobaan hidup yang menyiksa. Saya sedang online di kampus. Berat rasa mulut ini untuk membawa diri pergi. Tak apa dikata. Saya punya janji dengan dosen untuk membuat semacam wordpress. Saya sendiri tak mengerti apa-apa. Cuma menjawab iya dan mengangguk pelan ketika beliau menanyakan apakah saya bisa datang atau tidak.

Ya.. pipi saya lagi bengkak nih gara - gara pertumbuhan gigi baru di posisi gigi paling belakang yang abnormal. Miring numbuhnya bukan lurus keatas. Tadi pagi sih sudah sempat ke puskesmas. Disuruh Ayah bangun pagi biar nggak ngantri. Akhirnya saya bangun pukul 06.15. Mandi buru - buru. Selesai dan siap semuanya pukul 7.15. Saat menginjakkan kaki ke puskesmas. Wow... sudah banyak orang. Setelah mendaftar, saya mendapat nomor antrian 4. Duduk sendirian memang sangat membosankan. Dokterpun belum ada yang yang kelihatan batang hidungnya. Sebenarnya sih, saya nggak tahu yang mana dokter yang mana pasien saat itu. Busana mereka nggak ada bedanya. Sama aja. Yang saya ketahui bahwa ia adalah seorang dokter tidak memakai baju a la dokter malah a la karyawan kantoran.

Menyebalkan sekali mendapatkan nomer antrean 4. Menurut orang - orang sih, nunggu antrean nomer 4 itu memang mudah. Pasti cuma sebentar eh ternyata saya baru dipanggil pukul 08.15. Kurang ajar. Sebenarnya poli gigi itu untuk memeriksa gigi atau tempat pasien curhat sih. Lama nya naujubillehh..

Senang hati saya saat melihat tetangga saya. Ibu - ibu. Dia pakai long dress hijau. Dia senyum kepada saya.
" Dapat nomer berapa, Ka?" tanyanya lalu berhenti didepan saya.
" Nomer 4." jawab saya lesu.
" Udah dipanggil?
"Belum. Ibu nomer berapa?"
"Nomer 22" jawabnya sambil tertawa.

Anjiiinngg... saya saja yang dapat nomer 4 aja, sampai sesak napas nunggunya. Serasa dapat nomor 50 aja gitu. Apalagi ibu - ibu itu yang tak muda lagi. Terkapar di ruang tunggu bisa jadi. Haha...

Merasa seperti dapat sembako, saya buru - buru menghampiri dokter yang memanggil saya. Gigi saya diperiksa. Dikasih obat merah. Pahit banget. Lalu disuruh kumur. Saya mau muntah rasanya. Setelah itu saya pulang buru - buru. Capek di puskesmas. Bikin stress.

Dan disini, di depan komputer saat memposting cerita ini, gigi saya mulai terasa nyeri sekali. Tak ada yang bisa menolong. Hanya butuh keajaiban Tuhan Sang maha pencipta. Kenapa Tuhan engkau menurunkan cobaan seperti ini? Hamba mu ini rajin sekali menggosok gigi, loh!! Mudah - mudahan besok lekas sembuh, ya..
Doakan aku, ya!!

BROWNIES (Berondong Najies!)

Posted by orange lover! 12.55

Dulu, waktu saya SMA kelas 3, saya pernah ngejar – ngejar anak kelas satu SMA. Ganteng sudah pasti, tinggi apalagi. Kalau dilihat – lihat dengan seksama dan kepala dingin, wajahnya seperti bassist nya J- ROCK, Wima. Keren bener lah tuh manusia. Untungnya saya satu kelas sama dia, hanya waktunya aja yang beda. Saya pagi, dia masuk siang. Bel pulang sekolah adalah waktu yang saya tunggu – tunggu karena cowok imut itu pasti udah standby di depan pintu kelas. Mata saya sudah tertuju padanya. Dia yang tahu saya perhatikan, menunduk malu. Saya yang juga ketularan malu pun berlalu setelah menyapa dia. Sampai suatu saat, saya dengar, dia jadian sama cewek yang masih saya kenal dan masih anak kelas 3 juga. Harapan saya kandas dan sia – sia. Semua teman dekat memberikan rasa bela sungkawa atas matinya rasa ini. Hahaha... Serem bener!.

Berondong satu lenyap, berondong lain pun tercipta. Saya bertemu dia saat saya menghadiri sebuah pensi di salah satu SMA. Waktu itu saya sudah kuliah. Dia sempat menolong saya ketika saya terdorong – dorong para penonton yang berjoget – joget saat menikmati Goodnight Electric bernyanyi. Dia pun juga berbaik hati memberi saya tempat di depan panggung agar dapat melihat dengan jelas Henry Foundation. Setelah pensi selesai, kami berkenalan dan bertukar alamat email dan Friendster. Saya selalu bertukar testimonials dan akhirnya bertukar nomor handphone. Sekian lama tahu sifat satu sama lain. Akhirnya dia bertandang ke rumah saya dan mengatakan bahwa ia menyukai saya. Saat itu saya hanya tertawa dan tak menggubris apa yang dia katakan tadi. Bukannya saya mau mempermainkan dia tapi saya belum pernah sekalipun menjalin hubungan dengan pria yang lebih muda dari saya. Terakhir kali saya bertukar pesan yaitu dia ingin menjemput saya katanya. Tapi sampai hujan turun saya menunggunya, dia tetap tidak datang kekampus untuk menjemput saya. Setelah itu, tak ada lagi kabar darinya. Suatu kali saya mendapat informasi dari Friendster bahwa ia sudah punya pacar. Saya tak tahu kapan mereka jadian. Nggak jealous tuh. Tapi sayang aja kalau dia tiba – tiba menghilang dan pergi tanpa pesan seperti itu. Ya sudahlah, pria itu pun terbang entah kemana.

Sekarang, entah karena kenangan dengan berondong – berondong itu yang semuanya berakhir pahit, atau karena umur saya yang hendak berkepala dua atau karena sekarang udah punya pacar, saya tak punya lagi hasrat berobsesi untuk berhubungan dekat dengan berondong lagi. Mungkin kita nggak punya visi dan misi yang sama. Wajah saya pun nggak tua – tua banget. Masih banyak orang yang bilang kalau saya ini anak SD kok. Hehehe.... Sekarang pikiran saya tentang cowok udah beda. Dulu sih mau nya punya cowok tuh yang ganteng, keren, dan gaul. Tapi, seiring bertambah dewasa nya saya, sudah hilang kriteria tersebut. Malah sekarang udah ganti. Agama itu nomer satu, ganteng relatif, punya pekerjaan tetap dan menjanjikan masa depan yang cerah itu adalah harapan utama. Hahaha.... Apa yang nenek saya bilang sih begitu adanya.

Suprisingly, beberapa hari yang lalu, saya dikagetkan oleh nomer tak dikenal dengan operator yang sama. Dia sudah sempat missed call berkali – kali, tapi karena waktu itu saya sedang mengajar, jadi saya hiraukan saja. Tapi saat itu, sehabis mengerjakan pekerjaan rumah membantu ibu, siang hari sekitar pukul satu, nomor handphone itu mencoba kembali memanggil saya. Saya memperhatikan dengan seksama nomor yang tertera di handphone itu. Akhirnya saya angkat. Kami bercakap – cakap.

“ Halo...!” aku menjawab panggilan itu.
“ Halo.....” sahut suara di seberang sana. Suara nya begitu merayu.
“ Ini siapa?”
“ Ini siapa?”
Loh... loh... bodoh sekali orang yang menelpon saya ini.
“ Kamu dapat nomor saya dari mana?” tegas saya tanpa mempercantik suara.
“ Dari teman.”
“ Ini siapa ya?”
“ Iyan... !” akhirnya dia memberi tahu namanya. “ Ini puspa ya?”
Apa? Puspa? Emang saya ST 12? “ Bukan”
“ terus siapa?” suara nya mulai agak mendesah. Bangke’ ni orang..
“ Defrina!” jawab saya.

Hehehe.... ya.. memang rada nggak kreatif pake nama Defrina yang jelas – jelas adalah judul lagunya White Shoes and The Couples Company, Windu dan Defrina. Iseng aja. Waktu itu saya sedang memutar lagu itu lewat komputer. Jadi saya bilang secara spontan nama itu ke cowok tadi. Tadi nya sih pengen buru – buru memutuskan pembicaraan. Tapi karena saya lagi iseng nggak ada kerjaan, akhirnya saya sahutin aja terus. Saya kerjain. Ini lah lanjutan percakapannya. Iyan (I) dan Defrina (D).

D : By the way, kamu dapet nomer saya darimana sih?
I : Dari teman. Katanya yang punya yang nomer ini tuh cantik.
D : (menggelepar – gelepar)
I : Halo? Kamu kuliah atau sekolah?
D : Kuliah.
I : Dimana? Jurusan apa?
D : Di Bekasi. Sastra Inggris. Semester empat. Kamu?
I : Wah saya manggil kamu apa ya? Mbak ya? Aku SMK.
D : Panggil aja Defrina. ( Hah... Mbak? Emang saya penjual jamu. Enak aja manggil orang
Dengan sebutan ‘Mbak’ sembarangan ) Oh.. kamu masih sekolah.
I : Iya masih sekolah. Hehhe... Aku jadi berondong nih... Berondong manis.
D : ( Saya langsung kekamar mandi. Muntah). Nggak sekolah?
I : Udah pulang. Cuma ujian praktek tadi. Sebenarnya mau nge band tadinya. Tapi malas ah.
Panas banget diluar. Nanti kulitnya Iyan jadi hitam deh.
D : ( saya mau bunuh orang ini. Menghilangkan ia dari bumi ini.) Dimana – mana, ngeband tuh
malam.
I : Kan kalau malam takut ngantuk. Waktunya belajar terus tidur deh.
Kata Mama nggak boleh begadang.
D : ( Ya.. Tuhan, terbuat dari apakah ciptaanmu yang satu ini?) Anak pintar. ( Hueeekk..!!)
I : Aku telpon gini ada yang marah nggak?
D : Ada lah. Elo juga tuh. Dimarahin pacar nya aja.
I : Enggak lah. Kan lagi pada sibuk semua. Yang satu kerja yang satu lagi sekolah.
D : Bussyyettt... Pacar lo ada berapa?
I : Baru dua.
D : APA??? Baru dua? Emang maunya berapa??? ( Anjrott nih orang. Danger!)
I : Tahun kemarin, pacar ku ada empat, Dep! ( hahaha... dia cadel huruf F)
D : Gimana ngapel nya tuh?
I : Iya nih.. Iyan juga suka bingung.
D : ( Derita elo! Ribet banget hidup lo!) Ha. Ha. Ha.
I : Eh, deprina, udah dulu ya.. cewek Iyan sms nih. Dadah.

Tanpa menjawab salam selamat tinggalnya, saya sudah menutup percakapan itu. Saya pencet tombol merah di sebelah kanan handphone. Ya Allah.. mimpi apa saya semalam...

Thanks God.. dia nggak telepon – telepon saya lagi sampai cerita ini di posting. Dan saya juga tak mengharapkan nya lagi. Suara nya itu loh.. Bikin orang bergidik ngeri. Bukannya bikin cewek terpesona malah pingin buru – buru banting telepon. Pokoknya, saya kapok deh berhubungan sama berondong – berondong gitu alias cowok – cowok yang umurnya lebih muda daripada saya. Mending kalau dikira kakaknya, kalau malah dibilang tante – tante girang gimana tuh. Gawat dua kali lipat. Last words, SAY NO TO BERONDONG!!! SAY YES TO POPCORN!!

ENGLISH FOR CHILDREN

Posted by orange lover! 12.53

Di zaman globalisasi ini, bahasa inggris mulai berkembang untuk semua kalangan usia. Dari anak yang baru bisa bicara sampai orang yang mau menghadapi alam kubur. Heeehhe.. ekstrim banget ya. Apalagi orang – orang dewasa yang produktif juga harus fasih dan mengerti akan bahasa Inggris. Sekolah pun sekarang udah dwi bahasa, dari play group sampai SMA. Semuanya mengajarkan bahasa Inggris. Tak lengkap jika pelajaran yang satu ini dihindari. Lembaga kursus bahasa inggris pun bermunculan bagai jamur di musim hujan. Semuanya menyediakan fasilitas bahasa inggris dan jaminan – jaminan yang menggiurkan. Dari yang 4 bulan langsung fasih berbahasa inggris, saya juga nggak tahu bagaimana cara mengajarnya sampai bisa kayak gitu, sampai jaminan uang kembali jika anaknya tak ada perkembangan dalam bahasa inggris sama sekali.

Maka, saya memutuskan untuk mengambil jurusan sastra inggris di perguruan tinggi. Semoga bisa menghadapi globalisasi yang pesat dengan mengerti bahasa selain bahasa Indonesia. Beda juga sih katanya antara sastra inggris dan bahasa inggris. Ya, whatever lah. Yang penting saya bisa berbicara dengan fasih bahasa inggris dan ada kata inggris nya lah. Hehehe. Saya juga memberanikan diri untuk mengajar di salah satu lembaga bahasa inggris yang masih berada di daerah Bekasi. Lumayanlah buat tambah – tambahin pengalaman dan bayar kuliah. Siapa tahu saya bisa ke Inggris. Di tempat saya mengajar ini, saya harus mengajar anak kelas 1 – 6. Mereka berusaha untuk belajar bahasa Inggris yang baik dan benar. Dengan sabar dan ketebalan iman, saya mengajar mereka agar mereka bisa menjadi juara kelas di sekolahnya. Amin.

On the other hand, entah mengapa adik saya yang paling kecil, 7 tahun, tidak mau belajar bahasa Inggris dengan lebih intensif di lembaga kursus. Ya paling enggak kan mengerti apa itu bahasa Inggris sekaligus mempercantik nilai bahasa inggrisnya. Dari pada main melulu. Padahal, kedua kakaknya merasakan bahagianya bisa belajar di kursus bahasa inggris. Semua orang di rumah memaksanya agar mau dan rajin. Anak bersangkutan tetap saja menggeleng. Entah rencana apalagi yang harus kami lakukan agar dia mau les bahasa inggris. Sampai suatu saat, dia mengutarakan isi hatinya bahwa ia hanya ingin belajar bahasa inggris bersama saya. Entah apa alasannya.

“ Iyo maunya diajarin sama mbak Ika aja!” ujarnya suatu kali kepada Ibu. Ibu saya hanya geleng – geleng kepala dengan apa yang dikatakan anak bungsunya itu. Esok harinya, Ibu berbicara kepada saya saat saya pulang kerumah seusai mengajar.
“ Ka, adiknya cuma mau diajarin sama kamu.” Ujar Ibu
“ Ya ampun... paksa aja sih buat ke tempat les. Seret aja!” jawab saya sambil manyun.
“ Memangnya adik kamu itu kambing apa! Pokoknya, kalau ada PR atau pelajaran bahasa Inggris yang dia nggak ngerti, kamu ajarin sampai dia ngerti. Bagaimanapun caranya!”
“ He eh. Insya Allah!”

Suatu malam saat saya sedang asyiknya ketawa– ketiwi menonton televisi program sitkom, adik saya yang namanya Satrio itu menghampiri saya sambil membawa buku paket bahasa Inggris nya. Dia cengar – cengir nggak jelas. Saya melihat mukanya dengan tatapan aneh. Dia berdiri didepan saya yang sedang duduk manis diatas karpet melihat tayangan televisi yang membuat saya kembali segar. Saya menyuruhnya pindah dari tempat dimana ia berdiri. Lalu ia menyodorkan buku bahasa Inggrisnya.

“ Ngapain?”
“ Iyo ada PR, mbak. “ jawabnya
“ Terus?”
“ Ajarin!”

Saya mengajarinya dengan penuh kesabaran tapi orang yang diajarkan malah penuh dengan ke-sok- tahu an. Alaaahh.. Kata apa itu?. Ke-sok tahu-an. Saya dengan susah payah mengajarinya dengan benar tapi dia selalu membantahnya. Entah apa maksudnya. Kalau orang bilang sih, ‘ngeyel’. Nyebelin banget deh. Selama kegiatan belajar mengajar itu, mulutnya nggak bisa diam. Ngoceeehhh... melulu. Saya marah – marahin aja.

“ Mana? Katanya mau diajarin sama Mbak Ika! Kok malah nggak bisa diem sih?”
Dia menangis. Kencang. Dia melempar pensilnya ke arah tembok yang ada didepannya. Huff... pusing sekali saya. Kenapa ya, kalau ngajarin adik sendiri nggak pernah ada kata sabar tapi ngajarin anak orang, saya berusaha untuk tetap sabar. Saya tinggalin aja adik saya yang masih menangis itu. Saya lari kekamar saya lalu ketempat dimana lemari buku berada. Saya mencari sebuah buku yang sudah lama saya simpan dan sekarang ini adik saya sangat memerlukannya. Sepuluh menit mencari dari rak paling atas ke yang bawah, saya menemukannya di bawah tumpukan buku – buku pelajaran saya waktu SMA. English For Children dilengkapi dengan gambar – gambar adalah judul bukunya. Saya langsung beranjak ke tempat adik saya yang masih menangis.

“ Sampai kapan mau nangis? Apa dengan nangis PR kamu bakal selesai? “ ujar saya sambil berkacak pinggang. Dia memonyongkan bibirnya. “ Udah sini, PR nya diselesaikan dulu ya, sayang. Kalau mau nangis lagi, selesai ngerjain PR deh!”
Dia menuruti apa yang saya katakan padanya. Saya memberikan sebuah buku kecil biru bergambar mickey mouse yang saya cari di lemari buku tadi kepadanya. Dia membolak – balik buku itu.
“ Ini buat Iyo?”
“ Iya. Dibaca! Biar bisa bahasa Inggris”
Lalu kami mengerjakan PR bahasa Inggris bersama – sama.

Dua hari setelah kejadian itu, saat saya sedang bermain game di komputer, dia menghampiri saya sambil membawa buku mickey mouse itu.

“ Ada apa lagi?”
“ Main tebak – tebakan yuk! Pake bahasa Inggris. Nanti Iyo yang nebak!”
Saya tersenyum bahagia. “ Okeh” Inginnya menangis terharu saat itu. Tapi saya berpikir dua kali untuk melakukan itu. Terlalu berlebihan. “ Siap ya..”
“ Apa bahasa Inggris nya bebek?”
“ Duck!”
“ Anjing?”
“ Dog.!” Dia mulai merasa antusias.
“ Ayam?”
“ Chicken, dong!”
“ Kalau bahasa Inggris nya gajah, apa?”
“ Ele..phant!” jawabnya sepotong – potong. Mungkin agak lupa.
“ Kalau banana itu apa sih?”
“ Pisang.”
“ Monkey?”
“ Mbak Ika!” jawabnya setengah teriak. Kurang ajar nih anak.
“ Yang bener ah..!”

Dia tertawa. Aku pun senang melihatnya ada sedikit kemajuan. Ternyata hampir semua kata di buku itu ia mengerti dan paham. Girangnya rasa hati ini. Kan dia jadi tahu bagaimana rasanya mengerti dan tahu akan suatu hal. Dia bisa lebih maju dari teman – teman nya. Anak pintar...! Itu baru adik saya! Horrrayyy..!!