Tipe Penumpang Bis #Day7

Posted by orange lover! , 2013/01/12 16.43



Menjadi commuter di Ibu Kota tidak begitu gampang. Apalagi untuk gue yang masih baru dalam hal pergi bolak-balik antar provinsi hampir setiap hari ini. Gue tinggal di Bekasi, sedangkan Kebayoran Baru adalah lokasi dimana gue bekerja kini. Pertamanya sih, gue merasa kaget dengan semua ini, seperti ketika harus mengetahui bahwa lama perjalanan yang gue tempuh dari rumah ke daerah Jakarta selatan tersebut selama dua jam pada saat kondisi jalan Jakarta dalam keadaan normal. Hal ini dikarenakan gue harus melewati daerah pusat kemacetan yang terkenal di Jakarta, Jalan Gatot Subroto dan Semanggi. Alhasil, semua ini nampak begitu berat bagi commuter pemula seperti gue. 

Setiap harinya, angkutan yang selalu mengantar gue adalah bis AC 05 jurusan Blok M – Bekasi. Tanpa bis tersebut, apalah artinya gue. Mungkin hanya butiran berlian yang terhempas di langit Senayan. Halah! Ketika masih kuliah dulu, gue menumpang bis ini hanya untuk ke toko buku di Plasa Senayan. Mungkin hanya beberapa bulan sekali ketika sang dosen menyarankan untuk membaca novel literature, ataupun atas dasar kemauan sendiri. 


Saat masih minggu-minggu pertama bekerja, menunggu bis ini, sama saja menunggu kemerdekaan Indonesia. Lama banget! Pendapat gue sih, kayaknya bis ini memang armadanya kurang banyak. Setiap hari, pasti aja penuh sesak. Apalagi ketika jam orang pergi dan pulang kerja. Maklum, daerah selatan tersebut memang lokasi perkantoran. Banyak dari penumpangnya, berpakaian rapih, blazer, blouse, dan celana bahan.

Ngomong-ngomong tentang bis dan penumpangnya, gue juga banyak cerita mengenai ini selama gue menjadi penumpang. Sebelumnya gue sempat berangkat kerja di pagi buta karena pukul 8 harus sudah tiba di klinik. Sekarang, gue berangkat pukul 10. Jauh sekali perbedaanya. Apalagi penumpangnya. Namun, gue merasa lebih seru memperhatikan penumpang selain pekerja yang berangkat pagi buta karena mereka lurus-lurus aja tingkahnya, yang penting dapat bis, sampai kantor, dan nggak telat.

Kan sebelumnya gue udah kasih gambaran, kalo di pagi hari, penumpang bis yang pekerja relatif lebih banyak. Mereka lebih reckless dari yang lain. Gue dulu juga sempat terbawa arus tingkah mereka. Untuk mendapatkan duduk harus bersikut-sikutan dengan penumpang lain agar dapat duduk dan tidur sepanjang jalan menuju kantor, mengganti jam tidur yang hilang. Ya, lumayan lah, tidur di kala jalanan yang macet. Lain lagi halnya dengan yang nggak kedapetan duduk. Walaupun harus berdiri di dalam bis, mata juga harus terpejam. Tipe penumpang seperti ini harus memiliki keseimbangan yang bagus. Kalo enggak, bakalan ambruk karena kehilangan kesadaran karena tertidur pulas saat berdiri. Hmm.. Persaingan hidup di bis cukup keras, Bung!

Saking pulasnya tertidur, ada pula tipe penumpang yang merasa seperti tidur di rumahnya. Yak! Mendengkur sodara-sodara! Suara dengkurannya terdengar membahana seisi bis. Gue pasti akan menghindari duduk di dekat bapak-bapak yang suka mendengkur tersebut yang selalu duduk di pojok bangku untuk tiga orang. I blessed someone sitting next to him.

Untuk tipe penumpang satu ini, kebanyakan sih bapak-bapak. Nggak di pagi ataupun siang, penumpang jenis ini selalu di sekitar Anda. Gue sih selalu merasa terganggu sama orang yang kalo menelepon, satu area Semanggi harus mendengar percakapannya. Padahal bisa loh, berbicara di telepon dengan suara yang lembut dan tenang. Nggak harus, “HALO, PAK! IYA. SAYA MASIH DI JALAN NIH. MASIH DI DAERAH PANCORAN. SAYA SEDANG MENUJU KE SANA. GIMANA? GIMANA? APA, PAK? NGGAK KEDENGERAN NIH SUARA BAPAK! IYA HALO!” *face palm* Ada pula bapak-bapak yang suka menelepon dan seolah-olah dia adalah orang penting dan semua orang di bis harus tahu. Gue nggak tahu itu bener atau nggak. Contoh percakapannya begini, “HALO?! IYA ADA APA? KEMARIN KAN SAYA SUDAH KOORDINASI DENGAN KEPALA SEKSINYA, APALAGI SEKARANG? DOKUMENNYA JUGA SUDAH SAYA TANDA TANGANI. KALO MEMANG ADA LAGI, TARUH SAJA DI MEJA SAYA!” Begitulah, sodara-sodara. Gue sih nggak peduli, mereka kerjanya apa atau urusannya apa. Gue juga nggak berusaha menguping pembicaraan mereka yang dahsyat dan maha penting itu. Tapi masalahnya, mereka bikin polusi suara dan mau nggak mau telinga gue menangkap suara-suara tersebut.

Masih dalam hal menelepon dengan suara keras, saat gue dapat shift siang, ada ibu-ibu yang entah darimana asalnya dan duduknya juga bikin gue kadang senewen. Kali ini, malah bikin suasana bis yang tadinya riuh para penumpang yang lagi bercakap-cakap dengan sesama penumpang tiba-tiba menjadi hening karena si ibu ini. Pasalnya, selain suaranya keras, sepertinya si ibu ini sedang perang argument dengan orang yang diteleponnya. Entah suami atau temannya. Yang gue tangkap hanyalah suara berupa, “POKOKNYA KEPUTUSAN GUE UDAH BULAT. GUE NGGAK MAU DI MADU!” Saat itu bis sedang berhenti di lampu merah, dan orang-orang pun mencari sumber suara tersebut. Gue pun berkata dalam hati, “Take me out!”

Gue masih senyum-senyum aja mengingat kejadian si ibu tadi. Tapi, tipe penumpang seperti ini nggak lebih nyebelin selain laki-laki yang tanpa bersalah suka nggak menghormati penumpang perempuan dengan mencolek, memegang atau dengan sengaja meraba area sensitif. Luckily, kejadian ini nggak pernah terjadi sama gue, namun teman gue. Padahal, si pelaku ini orang kantoran loh yang notabene memang bukan orang nggak terpelajar. Tapi sayang, nafsunya nggak ikut belajar.

                Tapi ada pula waktu itu jamnya gue pulang kerja sekitar pukul 8 malam. Sepanjang jalan seorang bapak yang duduk di samping gue senyum-senyum nggak jelas bikin gue kikuk setengah mati. Saat berada di jalur tol, si kondektur pun mulai meminta ongkos bis ke para penumpang. Saat dia bangku gue, tiba-tiba si bapak aneh itu memberikan uang kepada si kondektur dan bilang kalo ongkos tersebut untuk dua orang, dia dan gue. Otomatis gue kaget. SIAPE ELU??!! Dan bilang ke si bapak agar tidak usah repot-repot ngebayarin gue. Dengan muka sedikit kesal, gue bilang ke kondektur kalo gue akan bayar sendiri. Untungnya si kondektur pun menerima uang gue dan niat si bapak itu pun tak terlaksana. Hmm.. Bukannya gue tolak rejeki, tapi gue bener-bener nggak kenal siapa bapak itu dan tujuannya tiba-tiba membayar ongkos bis untuk gue. Ngeri!

                Ada lagi tipe penumpang yang sok baik tapi ternyata jahat juga. Gue nggak tahu apakah ini bisa disebut criminal atau enggak. Well, gue sebenarnya adalah orang yang cuek. Sebagai penumpang, gue juga adalah orang yang akan duduk tenang, nggak macam-macam, memandang keluar lewat jendela, mendengarkan musik ataupun tidur untuk menyenangkan diri sendiri ketika terperangkap dalam kemacetan kota Jakarta. Makanya kadang gue suka nggak tahu wajah orang yang duduk di samping gue. Setahu gue, saat itu ada dua ibu-ibu duduk di samping gue. Karena bus saat itu hampir penuh, gue pun duduk di pinggir. seorang ibu yang berkerudung meminta gue untuk duduk disana karena mereka agak gemuk dan butuh gue yang kurus agar bangku muat ditempati. Ada pula seorang pria dengan baju kantor yang sepertinya sebuah showroom mobil berdiri di samping gue karena tidak kebagian tempat duduk. Gue tertidur sepanjang jalan. Dua ibu tersebut turun di sekitar Komdak, Semanggi. Gue bergeser ke pojok dan si bapak yang gue ceritakan sebelumnya duduk di samping gue. Sekitaran Al- Azhar, si bapak kaget karena menemukan sesuatu di bawah bangku. Dia bertanya, “Punya kamu?” Gue menggeleng. Benda tersebut adalah lipatan kertas kecil namun agak tebal. Dia membukanya. Sepertinya gue berdua kaget. Ekspresinya kaget tapi seperti agak memaksa. You know what, guys, itu adalah kertas kwitansi pembelian emas. Di dalam lipatan tersebut, masih tersimpan sebuah kalung emas yang sepertinya beratnya pun tidak kecil. Gue agak melihat sedikit ke arah kotak total harganya dan sekitar dua jutaan. “Mungkin punya ibu yang duduk di sebelah saya tadi.” kata gue. Si bapak nampak berpikir. “Lebih baik sih kita kasih si sopirnya karena dia tanggung jawab sama bis ini atau lapor ke polisi.” saran gue. Jantung gue berdegup kencang. “Mungkin nggak ya, si sopir bisa dipercaya? Jangan-jangan nanti dia malah bagi dua sama si kenek lagi.” bantahnya. Jujur, gue memang nggak tahu harus berbuat apa. That was my first time facing this experience like this. Kalo kalung tersebut dikasih ke gue, gue juga bingung mau dikasih ke siapa. Sedangkan yang kemungkinan pemiliknya pun sudah turun terlebih dahulu dan sekarang juga entah dimana. Gue masih kekeuh bilang ke bapak itu kalau kalung tersebut diberikan ke si sopir saja dan si bapak tersebut juga tetap bertahan sama pikirannya kalau si sopir nggak bakalan jujur. Sepanjang jalan menuju terminal Blok M, kertas tersebut masih dipegangnya. Sesampainya, saat turun dari bis, dia mengantongi kertas tersebut dan tidak diberikan ke si sopir. Gue memperhatikan dia yang berlalu begitu saja dan menghilang di keramaian terminal ibu kota. Sekarang, siapa yang nggak jujur?

                Begitulah, banyak hal yang dapat terjadi di jalan. Mungkin yang gue alami hanya sebagian kecil kejadian yang terjadi di dalam bis. Selalulah waspada saat elo berada di transportasi umum manapun. Nggak ada yang luput walaupun elo jalan kaki dan menghindari angkutan umum sekalipun. Kita nggak bisa menghindarinya, tapi kita bisa mencegahnya biar nggak terjadi ke diri kita. Penyedia angkutan juga sebaiknya menjaga kendaraannya agar selalu nyaman untuk penumpangnya. Kalo nggak ada commuter apalah arti transportasi umum. Salam commuter!

2 Response to "Tipe Penumpang Bis #Day7"

Dessy Aster Says:

Bapak2 yg terakhir itu ngeselin banget deeeehhh!!

orange lover! Says:

iya. Aku jadi deg-degan sepanjang jalan.