#Day23 When Alien is Lost...
Posted by orange lover! , 2012/05/30 23.04
Saya merasa
sedih karena sepertinya tidak menyelesaikan tantangan #30DayBlogging dengan
baik. Kegiatan yang cukup penuh minggu ini dengan panggilan kerja sampai
kejadian kesasar di depan stasiun Kota mencari pintu masuk shelter busway cukup
bikin stress. Kalau memang ada yang namanya setan nyasar, mungkin saya memang
sedang dibuat pusing dengan kelakuannya. Padahal sebenarnya saya merasa cukup
familiar dengan daerah Jakarta Pusat. Entah kenapa, saya tiba-tiba terdampar di
Kota.
Hal
ini bisa terjadi saat saya ada panggilan kerja di daerah Cideng Barat, Tanah
Abang, Senin kemarin. Sehabis interview di sebuah perusahaan otomotif, saya
harus kembali ke kantor Ibu yang terletak di jalan Veteran untuk memperpanjang
SIM C. Saya naik M10 jurusan Kota – Jembatan Lima dan berniat untuk turun di
Harmoni. Namun, apa daya, Harmoni tak tercapai, saya merasa sungguh familiar
dengan gedung-gedung tua yang saya lihat saat itu. Benar saja, mata saya
terbelalak ketika saya melihat sebuah tulisan besar di depan gedung putih itu,
MUSEUM BANK MANDIRI. Sh*t! A pretty girl
named Ika, was lost alone. EL – OW – ES – TI. LOST! EI – EL – OW – EN – I. ALONE!
Dengan
terburu-buru karena ditelepon setiap menit oleh Ibu, saya turun dari angkutan
umum itu dan menuju shelter busway. Mungkin bus tersebut adalah salah satu
kendaraan alternative yang saya bisa gunakan ketika tidak mengerti harus
menumpang angkutan apa untuk menuju suatu tempat. Setelah memutar dari sisi
kiri dan kanan halte bus tersebut, saya hampir menyerah untuk menemukan dimana
pintu masuknya. Cuaca siang itu membuat wajah saya terasa amat panas dan
membuat perasaan semakin nggak enak. Saya memutuskan untuk bertanya ke seorang
pedagang asongan. Dia menunjukkan arah ke arah Stasiun Kota dan sebuah pintu
yang terbuat dari kaca hijau, “Lewat situ, Neng, terus masuk ke terowongan
letter S. Ikutin aja arah ke halte buswaynya.” Yak, ketemu. Ingin rasanya
teriak. Oh, My.. How long I haven’t been
here?
Setelah
menunggu cukup lama, akhirnya busway pun datang. Keadaan jalan yang semrawut di
Kota membuat busway pun berjalan agak tersendat. Maklumlah, pengendara motor
yang (pura-pura) nggak tahu regulasi
malah dengan asyiknya memakai jalur busway. Alhasil, busway yang seharusnya
menjadi transportasi alternative untuk menghindari macet, malah terjebak padatnya
kendaraan. Pret! Saking penuhnya penumpang, saya pun tak menyadari bahwa saya
telah melewati halte Harmoni, lalu terpaksa turun di koridor Monumen Nasional.
Ibu sempat kaget ketika saya memberitahukannya bahwa saya berada di koridor
tersebut. “Seharusnya kamu turun di Harmoni, Ka!” Ya, I know Mom. Saya mau nangis. Sesampainya di Harmoni, para calon
penumpang telah mengantri di segala titik antrian sesuai dengan tujuan mereka
masing-masing. Saya bingung dimana saya harus mengantri dan memutuskan untuk
bertanya kepada petugas disana. “Maaf Pak, kalo ke Pecenongan melalui koridor
mana ya?” tanya saya lalu dijawab dengan nada yang agak malas, “Naik yang ke
PGC atau Pasar Baru aja. Tapi agak lama ya.” What if killing someone is legal…
You know what, menunggu busway jurusan
PGC ataupun ke Pasar Baru di koridor Harmoni itu rasanya seperti menunggu
kemerdekaan Republik Indonesia. It’s like
forever. Perasaan saya bercampur aduk. Ponsel berdering tiap menit dari Ibu
yang menanyakan keberadaan saya. Waktu telah menunjukkan hampir pukul setengah
2 dan sudah hampir 20 menit kaki saya masih menempel di halte busway Harmoni.
Waktu terasa begitu menekan ketika saya pun harus mengejar waktu perpanjangan
SIM di kantor Ibu. Lagi-lagi Ibu menelepon, saya langsung pucat pasi ketika
beliau mengatakan, “Ka, udah mau pukul 2. SIM kelilingnya udah mau pergi. Naik
ojek aja cepetan.” Secara spontan, saya pun membalasnya, “Nggak mau!” I hate Ojek. Once again, I hate Ojek. kejadian-kejadian
yang tidak pernah menyenangkan selalu saya alami ketika naik ojek. That’s why, I hate Ojek. Namun, karena
keadaan yang mendesak dan menghimpit saya untuk buru-buru sampai di Jalan
Veteran pun memaksa saya untuk mengiyakan perkataan Ibu. Saya benar-benar tidak
berdaya.
“Bang,
Jalan Veteran 5ribu ya.” tawar saya agak terbata-bata ketika sudah memanggil
seorang tukang ojek.
“Wah,
nggak bisa, Neng! Harus muter ke Juanda kalo ke situ. Dua puluh ribu ya.”
ujarnya.
“Mahal
amat. Deket bang. Lima belas ribu deh..” ujar saya memelas
Saya
pun naik ke motornya dengan badan gemetar. Sudah lama saya tidak naik ojek lagi
setelah berjanji untuk tidak akan pernah menggunakan jasanya. Dengan kecepatan
sedang, tukang ojek pun melajukan motornya menyusuri jalan Harmoni, lalu… Loh..
Loh.. Ini udah di daerah Pecenongan kok? Loh, katanya mau memutar ke daerah
Juanda, kenapa malah menerobos jalur busway Pecenongan. Loh, saya kok sudah di
depan kantor Ibu? Loh, dekat amat yak? Kampretos! Lima belas ribu saya
melayang. What if ‘toyor’ tukang ojek’s
head is legal…
Kesialan hari itu pun berakhir
sudah setelah saya melihat suasana di sekitar mobil SIM keliling di kantor Ibu
terlihat sepi. Ternyata polisi dan pegawainya yang bertugas sudah tidak lagi
menerima jasa memperpanjang SIM. Saya diminta datang dikemudian hari. Finally, I left that place with weary steps
and arrived home boneless. Case
Closed!
What?? Cideng Barat Ka? Kantorku yg lama pun di sana. Kenapa kamu ke Kota dulu Ciiinnn hehehe
Pertama kali nyari alamat panggilan interview pun aku sempet nyasar2, panas, sendirian, berasa pengen nangis, hehe udah gitu nyasar pula.