Yayu Jamu

Posted by orange lover! , 2012/04/21 18.47


                Sampai saat ini saya nggak tahu siapa namanya. Dari saya duduk di bangku TK, saya hanya memanggilnya Yayu Jamu. Saya nggak berani untuk menanyakan namanya. Yang saya tahu, dia adalah seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual jamu yang masih mempertahankan minuman tradisional tersebut. Kulitnya legam, mungkin terlalu sering berada di bawah sinar matahari, giginya rapi, badannya kurus namun kuat menopang bakul jamu yang pasti tidak ringan. Walaupun tidak sedikit orang-orang yang suka minum jamu, nyatanya dia masih bertahan sampai sekarang. Tenang saja, Yu. Saya adalah pelanggan setiamu. :D

 Yayu Jamu mempunyai peran dalam keluarga saya, apalagi dulu ketika saya dan adik tidak mau makan. Saya masih ingat, pas masih kecil,  saya sempat memiliki nafsu makan yang kurang. Itu saat pertama kalinya saya bertemu Yayu, di rumah saya saat di Rawa Lumbu dan sampai sekarang pun saat rumah saya pindah agak jauh dari sana, Yayu masih mampir ke rumah untuk menawarkan minum jamu. Masa kini, pedagang jamu tidak banyak lagi yang memakai kain larik batik, berkonde dan berbakul kayu. Kebanyakan dari mereka memakai celana panjang, rok panjang, dan bersepeda bahkan bersepeda motor. Namun, Yayu Jamu masih bertahan. Saat berdagang, dia memakai kain larik batik, kebaya dan berkonde serta membawa berbakul kayu. Tapi sayangnya, kini Yayu tak memperlihatkan gulungan rambutnya. Dia kini memakai kerudung dan tak berkebaya lagi. Untungnya, rasa jamunya tidak berubah. Tetap kental. Rasa beras kencur maupun kunyitnya sangat terasa. Sampai sekarang, saya tidak mau minum jamu kalau yang jualan bukan Yayu ataupun anaknya sekalipun.

“Yu, si Ika nggak mau makan tuh. Dicekokin aja ya.” ujar Ibu kepada Yayu saat mampir ke rumah.

Saat itu, saya yang masih berumur sekitar 6 tahunan, menganggap bahwa dicekokin adalah suatu sogokan atau rayuan agar saya mau makan kembali. Maka, ketika dipanggil Yayu untuk duduk dipangkuannya, saya menerima ajakan tersebut. Tetapi ternyata, Yayu memaksa saya untuk minum jamu penambah nafsu makan yang pahit. Alhasil, saya pun menangis sekencang-kencangnya. Kejadian itu selalu membuat saya senyum-senyum sendiri. Ajaibnya, setelah saya dicekokin sama Yayu, nafsu makan saya kembali lagi dan makan dengan porsi agak bertambah (atau mungkin saya yang nggak mau dicekokin  lagi ya?). Yayu hebat!

Tadi pagi, Yayu mampir ke rumah seperti biasa setiap Sabtu dan Minggu.  Setelah memanggil Ibu dengan sedikit berteriak, “BU, JAMU NGGAAAAAKK?!”, lalu disambut dengan jawaban, “MINUM YUUUU!” dari dalam rumah, dia membuka pintu gerbang rumah dan meletakkan bakulnya. Saya sengaja mengambil gambarnya saat itu dan mengucapkan selamat Hari Kartini ke Yayu. Dia senyum-senyum aja. Dia merupakan wanita yang hebat. Saya bisa membayangkan seorang wanita, dengan stamina yang penuh, setiap hari menjajakan dagangannya dengan sebuah bakul. Walaupun saya tahu kalau pekerjaan tersebut sangat melelahkan, namun tidak ada raut wajah lelah yang Yayu tunjukkan ke pelanggannya. Saya selalu berujar dalam hati, ‘Apa kabar pinggangnya Yayu?’ namun dengan melihat Yayu, saya mendapatkan jawaban bahwa dia baik-baik saja.

0 Response to "Yayu Jamu"