#Day12 ..Dan Saya Pun Bersyukur
Posted by orange lover! , 2012/05/14 00.23
Sabtu
kemarin, bersama Ibu, saya menyempatkan waktu untuk pergi ke ITC Cempaka Mas
untuk membeli beberapa perlengkapan primer. Setelah turun dari Patas AC 27
jurusan Kota- Bekasi via Cempaka Putih, sesampainya di sana, kami melewati
tangga penyebrangan. Di sini lah cerita di mulai. Betapa saya begitu miris
melihat anak-anak balita bahkan bayi tidak berada di tempat yang nyaman dan
seharusnya; di pelukan ibu atau pun di rumah di mana mereka bisa berkumpul
bersama keluarga di dalam rumah tanpa terkena sinar matahari maupun debu asap
kendaraan bermotor secara langsung di jalan. Mungkin pemandangan seperti ini
tidak aneh lagi di kota besar seperti Jakarta ataupun di beberapa kota lainnya.
Saat melalui
belokan pertama, saya melihat beberapa pedagang kaki lima yang menjajakan
dagangannya di sisi jalan jembatan. Mereka seharusnya diberikan tempat untuk
berjualan di tempat yang layak. Para pejalan kaki pun merasa bahwa ruang untuk
mereka lalui semakin sempit sehingga pundak antara pejalan kaki harus
bertabrakan. Kalau sudah semakin sempit karena banyaknya pedagang, lalu mereka
harus lewat mana? Sedangkan satu-satunya jembatan penyebrangan untuk menuju ke tempat
seberang ataupun ITC Cempaka Mas hanyalah melewati jembatan tersebut.
Tidak hanya
pedagang kaki lima yang mewarnai jembatan tersebut, entah saya harus menyebut
mereka apa, kepada anak kecil yang saya rasa ‘dipaksa’ untuk meminta-minta.
Saya melihat ada seorang anak perempuan kira-kira berumur 3 tahun dengan
pakaiannya yang lusuh, kotor, rambut yang pirang karena terlalu lama berada di
bawah terik matahari, sedang membereskan amplop-amplop tempat uang yang dia
minta kepada orang-orang. Saya mengelus-elus dada. Lalu saat saya berbelok
untuk turun dari jembatan tersebut, saya menemukan pemandangan yang tidak jauh
berbeda dengan yang sebelumnya. Ada anak perempuan sekitar 6 tahun sedang
menguncir rambut panjangnya. Penampilannya tidak jauh dari anak sebelumnya.
Namun, yang paling membuat saya sesak adalah siapa yang ada di depannya tengah
berbaring dan menangis. Seorang bayi berumur sekitar 3 atau 4 bulan. Mungkin
kehausan. Dia tidak seharusnya dibaringkan di jembatan seperti ini, kotor,
berisik, berdebu, melainkan di pelukan ibunya, menyusu, atau mungkin berbaring
di tempat yang lembut; tidur dengan nyaman tanpa ada suara orang-orang tak
dikenal. Saya melihat kulitnya, legam, bukan karena gen dari ibu bapak, namun
akibat terbakar sinar matahari. “Kemana Ibunya?” tanya beberapa pejalan kaki
yang juga melihat bayi tersebut. Pasti. Semua orang saya kira akan bertanya hal
yang sama. Bagaimana tidak, apakah hanya karena permasalahan ekonomi, lalu si
Ibu tega memanfaatkan bayi tersebut untuk memberikan image ‘kasihanilah kami’
sebagai mata pencaharian?
Saya
bersyukur saya terlahir tanpa kekurangan apapun, baik fisik maupun materi.
Tidak berlebihan, namun cukup tanpa dipaksa untuk bekerja siang dan malam dan
memikirkan beban hidup. Saya merasa bahagia, saya bisa mendapat pendidikan yang
layak. Saya beruntung dapat memiliki keluarga
yang utuh, pergaulan, pacar, teman-teman yang baik, yang dapat membagi rasa
cinta. Saya dapat ke toko buku, membeli buku, atau sekadar jalan-jalan,
menonton film di bioskop. Saya sungguh terberkati. Being grateful and happy are
so simple.
Miris!!!!!