Sebuah Panggilan dari Besta

Posted by orange lover! , 2010/07/05 11.37

Malam ini saya hanya ingin merebahkan diri setelah menghabiskan libur panjang seminggu ini. Saya ingin mengganti tidur saya yang berkurang di hari hari sebelumnya karena tidur terlalu malam, tak nyenyak, bahkan tak tidur sama sekali. Jarum jam dinding telah lurus keatas, berarti malam telah larut. Dinding ruangan ini pun terasa dingin. Diluar pasti sangat kelam dan mengerikan untuk saya. Udara dingin tak begitu bersahabat. Dua hari merasakan udara di Cibodas, sudah cukup untuk saya. Kini, saya terserang flu. Terima kasih sekali.

Tiba – tiba ponsel saya berdering. Ah, malas sekali untuk menjawabnya. Tanpa melihat layar ponsel untuk mengetahui siapa yang memanggil, saya lebih memilih menutup wajah dengan bantal dan tertidur. Dering itupun akhirnya berhenti mengisi ruang kamar senyap ini. Saya pun tersenyum kecil dan bersiap terlelap lagi.

Mata saya dipaksa terbuka dengan ponsel yang berdering itu lagi yang setelah dua menit membisu. Saya pindahkan bantal yang menutupi wajah, lalu menghampiri ponsel itu yang berbaring diatas meja disamping tempat tidur. Tertera disana nama Besta. Wanita itu lagi, entah mengapa selalu datang dalam hidup saya dimalam hari untuk mengetahui tentang dirinya. Ya sudahlah, saya jawab saja panggilan itu, lagipula, kantuk saya pun belum berkumpul di mata.

Saya : What? (Saya membuka percakapan)

Besta : Tadi tidur ya?

Saya : Abis dari kamar mandi. Ada angin apa nih tengah malam gini?

Besta : Cat and dog wind.

Saya : Lebay!

Hening.

Besta : Heh, Non!

Saya : Apa?

Besta : I’m thinking about someone.

Saya : Siapa?

Besta : Siapa lagi? Ya Kenza!

Saya : Oh…

Besta : Kok cuma oh?

Saya : Terus harus apa? Kaget gitu? Tebakan saya nggak meleset kok.

Besta : Kamu memang teman yang ngerti saya banget.

Saya : Oh ya? Kok saya nggak merasa jadi teman kamu ya, pikir saya.

Besta : Yap. Menurut kamu, Kenza pasti akan jadi milik saya lagi kan?

Saya : Berdoa saja dan terus berusaha ya.

Besta : Klise sekali.

Saya tertawa. Dia terdiam.

Besta : Menurut kamu, Kenza bagaimana sekarang?

Saya : Sepertinya, dia masih seperti yang kita kenal dulu.

Besta : Oh ya? Ku kira dia berubah. Dia tak seperti dahulu.

Saya : Sepertinya masih suka sama kamu. (Hanya menghibur).

Besta : Hahha.. Masa? ( Suara Besta terdengar lebih bersemangat) Apa

buktinya? Kok kamu bisa bilang kayak gitu?

Saya : Ya.. Buktinya aja dia mau kamu cium.

Besta : APPA??!!

(OOPSS..!! Arrggh.. Saya terpeleset).

Jujur sama saya. Kamu liat saya ciuman sama Kenza?

Saya : Hmm.. Eng.. Enggak kok!

Besta : Enggak salah lagi?

Saya : Jadi, waktu itu, saya ketiduran sampai malam sampai nggak ikut acara api

unggun. Saya terbangun mau kekamar mandi, pas saya mau turun tangga, eh, kamu lagi diatas Kenza. Setelah itu, saya pergi, nggak jadi kebawah. (dengan wajah yang tegang, saya berbicara bohong dengan lancar).

Besta : Serius?

Saya : Iya.

Besta : Kamu bohong. Saya tahu. Kamu disana terus sampai saya pergi meninggalkan

Kenza dan pacarnya. Ya kan? Kamu nggak menyadari kalau saya pun melihat kamu disana. Wajahmu menegang lalu tertawa terbahak-bahak, saya pun lihat semuanya. (Suara Besta terdengar tinggi. Saya agak bergetar).

Saya : Kenapa masih melakukannya?

Besta : Sengaja. (Dia tertawa sinis. Terdengar mengerikan ditengah malam seperti ini.

Aku makin bergetar).

Aku kan tahu, sebelum aku dan Kenza berpacaran, kamu kan sempat dekat dengan Kenza. Ya kan? Kamu dulu kurang agresif sih untuk mendapatkan Kenza. Lihat, jadi aku yang mendapatkannya kan?

(Saya terpaku. Bibir saya membeku. Speechless).

Dan sekarang, ingat, aku akan mendapatkannya lagi. Entah dengan cara apapun dan siapapun pacarnya sekarang saya nggak peduli. Saya telah menemukan Kenza lagi setelah setahun dia menghilang. Dari wajahmu pun saya tahu, kamu bahagia banget waktu itu bertemu dengan Kenza, karena kamu juga mencarinya, kan?

(Saya benar-benar tertangkap dan terikat oleh ucapannya).

Kamu mau meneruskan apa yang waktu itu sempat tertunda? Silahkan. Saya nggak takut, karena dari dulu, saya adalah pemenangnya untuk mendapatkan Kenza.

Saya : Nggak peduli. Silahkan kamu kejar si Kenza lagi, saya nggak peduli. Maaf, saya sudah punya pacar dan tidak mungkin menyia-nyiakannya.

Besta : Oh ya? Kabar yang sangat baik untuk saya. Terima kasih. Betapa senangnya, hambatan pada ruang untuk mendapatkan Kenza dapat berkurang. Leganya.

(Selamat, Besta brengsek!, gumam saya).

Saya : Yah, saya sih lebih baik menjadi teman Kenza yang selalu ada saat dia butuhkan, apalagi ketika waktu itu dia terpuruk karena di-dua-kan oleh pacarnya. Kasihan dia. Ya, sebenarnya sih kalau wanita itu ingin memanfaatkan Kenza lagi, saya nggak setuju. Mungkin, dia akan mendengarkan temannya yang selalu memberikan masukan dan mengingatkan supaya nggak terhisap dan jatuh ke lubang hitam yang sama. (Saya berbicara lebih tenang tapi dengan nada yang agak menyindir).

Besta : Maksud kamu apa tuh ngomong kayak gitu?

Saya : Hanya merendah.

Besta : Tahik!

Tuutt… Tuutt.. Tuutt…

Percakapan terputus. Saya hiasi malam indah ini dengan tawa puas.

040710 / 22:02

*Untuk Besta (lagi)

0 Response to "Sebuah Panggilan dari Besta"