Aku Adalah Robot

Posted by orange lover! , 2010/07/09 16.05



Belakangan ini saya rajin memperhatikan gerak-gerak Chacha, teman kuliahku. Sepertinya dia berubah. Tapi saya aneh dengan perubahannya itu. Setiap saya dekati, dia berusaha menjauh pelan-pelan sambil memberikan senyum yang kaku, tak ada arti dan tak menjawab semua pertanyaan yang ingin saya utarakan padanya. Setiap hari saya mengejarnya untuk memuaskan rasa penasaran saya padanya yang kian hari kian bertambah banyak sampai saya hampir tenggelam dalam keingin tahuan yang saya tak tahu dimana dasarnya.

Hari ini, saya menghentikan langkah untuk mengikutinya setelah menemukannya sedang duduk berdua dibawah pohon rindang bersama teman laki-lakinya. Ada terbesit pikiran untuk beranjak dari tempat saya berdiri lalu meninggalkan mereka, tapi entah mengapa, kaki saya tak ingin lepas dari pijakan nya. Ada apa ini? pikir saya. Dua menit bertengkar dengan kaki, akhirnya mereka mengalah dan saya pun berbalik meninggalkan Chacha dan kekasihnya itu. Tapi tunggu, DEG! Urat-urat dalam tubuh saya mengencang. Kaki saya ngambek lagi. Mereka tidak mau digerakkan lagi ketika sudah mengambil tiga langkah. Seketika sesosok wanita berambut ikal melesat pergi sambil menunduk menyembunyikan wajahnya. Brengsek! Ingin rasanya ku potong kakiku dan beringsut menyusul perempuan itu yang kuketahui adalah Chacha. Derap langkah terburu-buru membuat saya mengepal tangan kuat-kuat lalu berbalik dan melayangkannya pada sebuah wajah dibelakang saya.

“Kurang ajar! Siapa kamu! Seenaknya nonjok muka orang!” ujar laki-laki itu dan mengelus-elus pipi kanannya yang membiru.

“Ada apa dengan Chacha? Apa yang telah kamu lakukan?” tanya saya menantangnya.

“Apa urusan kamu? Siapa kamu? Pacar barunya Chacha, hah?” dia kembali menantangku sambil mendorong bahu saya kuat-kuat sampai saya bergeser kebelakang.

Saya beri dia tegangan yang sedari tadi saya kumpulkan untuk melawannya. Dia tersungkur dan menggelepar.

Tanpa ambil banyak waktu, saya susul Chacha. Dia tidak ada dimana-mana. Saya cari dia ditempat dimana ia biasa bercengkerama dengan teknologi dan dunia maya, tapi nihil hasilnya. Saya cari dia kebelakang kampus, mungkin saja ia sedang memenuhi nafsu makannya, tapi, ternyata ia sedang tak punya nafsu. Kemana ia? Setelah setengah jam mencarinya, akhirnya saya temukan ia keluar dari persembunyiannya.

“Chacha!” panggil saya.

Ia menoleh dan memberi saya senyum yang masih terasa kaku. “Hai.”

“Ceritakan padaku. Ada apa dengan kamu?”

Dia tertawa. Masih kaku. “Nggak apa-apa kok walaupun agak merasa sedikit korslet.”

Saya mengerutkan kening, “Itu namanya kamu nggak berada dalam keadaan yang baik. Mari aku perbaiki.”

“Tidak perlu. Sudah ada yang bisa membetulkan.”

“Siapa? Pacarmu. Dia sudah tewas membiru aku setrum.” Aku saya tenang.

Chacha membelalakan matanya. Terlihat mereka memerah. Setelah itu wajahnya netral kembali, seperti biasa, seperti tak terjadi apa-apa. “Oh, baguslah. Terima kasih. Aku memang bodoh untuk membiarkannya tetap hidup, karena aku dan dirinya memang berbeda. Aku tak punya daya untuk menolak segala permintaannya. Dia seperti telah memprogramku selama ini. Hebat ya!”

“Maksudmu, kamu telah dikendalikan?” Saya tak mengerti apa yang ia bicarakan.

“Aku adalah robot.” Bisiknya. “Dan aku sangat berterima kasih karena efeknya masih aku rasakan.”

“Aku nggak ngerti maksud kamu, Cha.”

“Aku selalu saja mendengarkan apa maunya, perintahnya, dan segala macam perkataannya. Aku selalu sabar dan takut untuk mengutarakan semuanya karena aku tak bisa melawan orang yang bisa dibilang telah menciptakan aku, Jadi, bukankah aku adalah robot?” Dia tertawa dan tak terlihat kaku lagi. “Tapi ternyata, sekarang aku sadar menyenangkan sekali menjadi robot.”

Kepala saya terisi banyak kebingungan. Aneh sekali perempuan ini. “Apa asyiknya menjadi robot?”

“Aku ingin menjadi robot yang tak punya rasa karena aku tahu setelah ini rasa sakit hati dan patah hati pasti menghampiri dan mengerubungiku. Aku nggak mau merasakannya dan aku ingin menhadangnya dengan badan besiku.” Chacha terlihat lepas sekali memberikan senyumnya ke langit.

“Tapi Cha? Kalau kamu jadi robot yang tidak bisa merasakan apa-apa, kamu juga nggak bisa merasakan indahnya jatuh cinta, dong?.” Saya menjebaknya dengan pertanyaan, semoga ia ingin berubah menjadi manusia lagi bersama saya.

Dia menggelengkan kepalanya. “Nggak ah. Aku nggak mau. Sulit lagi untuk menjadi manusia dalam keadaan seperti ini. Aku masih menikmatinya.”

“Ya sudah, aku juga nggak mau berubah jadi manusia deh. Aku temani kamu jadi robot.” Saya merangkulnya dan menepuk pundaknya. Walaupun semua ini terasa tak masuk akal, tapi saya senang, jikalau saya melihat Chacha menjadi robot yang bahagia.

1 Response to "Aku Adalah Robot"