HASRAT BESTA UNTUK KENZA
Posted by orange lover! , 2010/07/05 11.25
Kenza, seorang laki-laki berumur 22 tahun yang juga sebaya dengan Besta, duduk manis menonton televisi di sebuah ruang keluarga di sebuah villa di daerah Cibodas. Ujung rambut yang lurus merambat dilehernya. Poni menutupi dahinya dan menjuntai kaku diatas alis tebalnya. Kaos abu-abu dengan tulisan Wringler di depannya mengikuti bentuk dadanya yang bidang. Kaki-kaki nya yang jenjang menjulur kebawah meja melindungi bulu-bulu kakinya yang tak terlindungi dari celana panjang dari hawa dingin udara pegunungan. Hanya sebatang rokok di dalam asbak didepannya yang telah menjadi penghangatnya.
Besta, seorang perempuan dengan rambut coklat dan berpotongan model bob, duduk dengan menekukkan kakinya keatas sofa. Celana training panjangnya ternyata belum mampu menangkal suhu rendah. Ia mulai memanjangkan lengan baju hangat hitamnya hingga menutupi jemarinya.
Terlihat amat sibuk untuk menghangatkan diri, Kenza menengok kearah perempuan itu dan memperhatikannya. Besta mulai canggung setelah menyadari seorang lelaki disebelahnya sedang memperhatikan tingkahnya. Dia tertunduk. Entah malu atau malu-malu. Sudah dua tahun berlalu tak ada pandangan setajam itu dari mata Kenza hingga mampu menundukkannya lagi. Kini, ia membeku.
Diluar, keriuhan akan berkumpulnya lagi teman semasa sekolah menengah atas dimulai saat api unggun dinyalakan untuk menghadang serangan kabut di malam hari. Mereka telah menginap di villa ini sehari semalam. Menikmati indahnya pemandangan dan kenangan.
Didalam, Besta mulai berani untuk membalas tatapan Kenza. Tak peduli televisi berkata apa. Mereka tetap bertatapan. Saat itu, kenangan masa lalu mulai diputar kembali. Mereka tetap tak peduli bagaimana pahitnya jika hadir lagi diatas kepala mereka. Besta memendam hasrat itu seperti menggenggam dengan erat sesuatu ditangannya. Kenza, menerawang dan mengingat kembali ketika masa lalu tersebut yang sempat sepersekian detik kabur dari atas kepalanya.
“Kenza..” bisik Besta dan mengusap tengkuknya.
Pria itu membalas dengan mengangkat alis kanannya. Besta beringsut untuk lebih mendekat dengan Kenza. Tapi, wajahnya memerah saat ia sadar benar-benar didepan wajah pria tersebut. Perempuan dengan celana training putih tersebut semakin dalam memandangi wajah pria berhidung mancung didepannya. Tanpa sadar, ia mengangkat tangan kanannya dan jari-jarinya mendarat lembut diatas pipi Kenza. “ Saya ingin kembali seperti dua tahun lalu, Kenza.”
Mata Kenza menjelajahi setiap sudut dan bagian bibir Besta. Ia mulai terlihat tegang. Saya bisa rasakan dari sini. Setiap kata-kata yang ia lontarkan terdengar sedikit terbata-bata. Wajahnya memerah. Seperti ingin mengikuti kata hati namun terhimpit ragu. “ Tapi, seperti nya, apa yang telah terhenti dan terputus dua tahun lalu tidak bisa dilanjutkan dan disambung kembali. Itu benar-benar menjadi sesuatu yang tidak mungkin untuk saya.”
“Pikirkanlah.” Ujar Besta dan membelai rambut lelaki itu.
Lalu Kenza membuang pandangannya ke arah televisi, walaupun benda itu sedang menayangkan serial drama. Buru-buru, Besta menangkap kembali pandangan itu agar ia kembali mendapatkannya.
Kenza menelan ludahnya. Liur itu terlihat diturunkan dengan paksa oleh kerongkongannya. Disini saya memperhatikan mereka dengan tidak sabar tentang apa yang akan mereka lakukan. Aura Besta begitu menggebu-gebu. Wanita itu sepertinya telah menaiikkan suhu emosinya melawan suhu rendah udara disini. Saya menggosok-gosokkan tangan, ingin rasanya menghampiri wanita itu dan mengambil sedikit rasa panasnya.
Besta semakin mendekat, lebih tepatnya bibirnya, sampai tak ada jarak lagi dengan Kenza. Dia mengulumnya dengan segera walaupun pria tersebut masih kaku dan terdiam karena entah harus apa. Saya tersedak. Kaget. Saya kerjapkan mata berulang kali tapi ternyata ini sungguhan. Oh, Besta!
Kenza membalasnya. Lalu memegang kedua pipi Besta dengan kedua telapak tangan besarnya. Besta tersenyum dibalik bibir Kenza yang tebal dan agak menghitam. Sayang sekali, mereka tak tahu keberadaanku disini. Jika iya, mereka akan buru – buru mengelap bibir mereka dengan telapak tangan dan langsung menunduk malu. Kenza mulai menikmatinya dan Besta pun puas telah melepas rindunya kedalam mulut Kenza lagi yang penuh nikotin. Ingin saya pergi ketika Besta mulai berada diatas pangkuan Kenza, tapi saya urungkan niat ketika perempuan yang dimata saya memiliki tanduk itu, melepas bibirnya. Kenapa, Besta? Sudah puaskah kamu? Hanya semenitkah kerinduanmu? Melemahkah hasratmu?
Mereka buru-buru kembali keposisi asal. Besta menurunkan kakinya dan bersikap manis sambil memegang remote dan mengarahkannya kearah televisi dan memfokuskan mata dan fikirannya. Kenza, menyambut seorang wanita dengan sack dress hijau muda yang datang dari arah luar. Perempuan itu menghampiri Kenza dan merangkul pria itu dengan manja. “ Kamu kok nggak keluar sih sayang? Acaranya seru loh.”
Saya terbahak-bahak ketika selesai berasumsi tentang apa yang terjadi di depan mata saya, Kenza yang terlihat agak canggung, dan wajah Besta yang memerah dan kesal. Bibir basahnya diam-diam komat-kamit mengutuk perempuan itu.
Kenza mengembangkan senyumnya dengan berat kearah wanita itu, “Nggak apa-apa kok. Diluar dingin banget. Lebih nyaman dan enak disini.”
Ya iyalah. Tawa saya makin meledak.
Perempuan berambut panjang itu mengerutkan dahinya dan menoleh kearah Besta. Perempuan yang telah duduk bersila tapi masih memencet-mencet remote televisi itu tak mempedulikan apa yang sedang terjadi. Toh sepertinya dia telah mengempiskan hasratnya walau sekejap.
“Ngapain tadi kamu disini?” tanyanya dengan rasa curiga yang kuat.
“Nonton televisi, sayang.”
“Beneran? Nggak bohong?” perempuan itu menunjuk hidung Kenza.
Saya bersiap untuk tertawa lagi. Lebih kencang.
“Aku kan sayang kamu.” Jawab laki-laki itu dengan agak pasrah.
Saya kecewa dengan jawaban Kenza. Pengecut.
Besta malah terlihat sedang menahan tawanya. Dia memegangi perutnya, bangkit, lalu menyemburkan tawa. Sambil menggaruk-garuk kepalanya, dan melenggang pergi membelakangi Kenza dan kekasihnya, seraya ia berkata, “Haaha.. brengsek kamu, Ken!”
040710 / 00:52
*Untuk Besta
Dan kupinjam diam – diam nama Kenza*