Tamasya ke Kota Tua

Posted by orange lover! , 2012/07/09 21.48


                Masa liburan sekolah berdampak baik juga pada saya, yang sampai saat ini masih menjadi tenaga pengajar, yaitu bisa merasakan juga free day from having learning-teaching activities. Mumpung masih bisa liburan, karena akhir bulan sudah berganti profesi, marilah berjalan-jalan menikmati waktu yang tengah senggang-senggangnya. Tempat yang dituju pada Minggu (8/7) kemarin, yaitu Kota Tua, JakartaKota, di Jakarta Barat. Saya lebih suka pergi di hari Minggu karena jalan, dan transportasi umum cukup lengang tanpa sesak. Terbukti, kereta yang saya tumpangi kemarin, tidak begitu padat oleh penumpang.  Berkunjung ke tempat tersebut sebenarnya tidak hanya untuk mengisi liburan semata, di samping si pacar yang belum pernah menginjakkan kaki ke tempat bersejarah tersebut *eh, ini rahasia loh! :D*, saya dapat berkeliling sekitar Kota Tua, dan mengambil gambar bangunan-bangunan tua. Rencana pertama yang saya buat dengan si pacar sih sebenarnya ingin datang dan melihat pameran LevitasiHore dalam rangka Jakarta Art Festival yang diadakan dari tanggal 6 – 8 Juli 2012, namun ternyata ketika sampai di booth tersebut, kami hanya melihat-lihat kurang lebih sepuluh menit. Walaupun hanya sebentar, atau bisa dibilang sekilas, saya cukup senang berada di sana, dengan niat dari Bekasi ke Kota, untuk melihat Pameran LevitasiHore. Memang, hasil jepretan saya tidak dipajang di sana, namun saya berbangga hati juga mengenal komunitas tersebut, serta pernah ikut berpartisipasi mengunggah hasil karya saya yang sedang berlevitasi di situsnya. Sedih juga sih, belum pernah ikut Photowalk yang diadakan komunitas tersebut, waktu yang selalu menghimpit menjadi alasan.



                Lepas dari Pameran, sebelum kembali berkeliling Kota Tua, saya memutuskan untuk makan siang di sore hari terlebih dahulu. Sambil memilih tempat makan yang nyaman di sana, mata saya melempar pandangan di sekitar. Kota Tua tidak lagi lengang seperti dulu. Mungkin karena ada festival, warga tumpah ruah di tempat rekreasi tersebut. Saat saya kuliah semester awal, area Museum Sejarah Jakarta tidak ruwet seperti ini dengan sampah disana sini. Tempat yang dulunya digunakan sebagai Balai Kota Batavia, kini menjadi balai dagang.Sempat ragu juga untuk mencicipi makanan yang dijual pedagang kaki lima di sekitar museum, karena saya kira perbandingan penjual yang menjajakan makanan dengan rasa yang enak perbandingannya 1: 10 dengan yang tidak enak. Namun, ada penjual mie ayam yang cukup ramai oleh pelanggan tepat di depan Museum Wayang. Lalu, saya memesan pula tempe mendoan di sebelahnya. Untungnya, mie ayamnya terasa lumayan enak di lidah dan tempatnya pun tidak begitu jorok. Sayangnya, tempe mendoan yang saya pesan, tidak begitu sesuai selera dengan terlalu banyak terigu dan bumbunya aneh di lidah. Tidak seperti tempe mendoan yang biasa, dan sepertinya penjualnya tidak memakai tempe yang tipis itu, namun tempe biasa yang sengaja diiris tipis.


                Saat sedang menikmati makanan, mata saya tetap melemparkan pandangan ke segala penjuru, dari memperhatikan satu komunitas reggae yang sedang berkumpul di depan museum wayang, para pengunjung Kota Tua yang berlalu lalang yang tengah mencari celah menuju panggung di depan Museum Fatahilah yang sedang diramaikan oleh band yang suara vokalisnya memecah telinga, ya bagaimana tidak mencari celah jalan, wong  sisi museum dipadati oleh para pedagang makanan. Nggak hanya mendengarkan lagu yang dibawakan band yang heboh sendiri tersebut, suara parau para pengamen yang setiap menit menyanyi di depan saya juga mewarnai hari saya di Kota Tua kemarin. Gila aja cuma makan mie ayam sebentar aja udah ada lima pengamen yang datang. Kita nggak bisa menolak seperti bilang, “tadi udah, Mas, sama pengamen yang itu tuh”, ataupun “Maaf aja, Mas”, si pengamen akan tetap bernyanyi sampai kita menaruh uang di tempat yang dia sediakan, kalo ditolak, atau nggak dikasih uang, ngambek. Err…! 

Sempat saya melihat salah satu pengamen kecil beserta kedua adiknya yang kira-kira berumur 2-3 tahun. Salah satunya, terlihat begitu mengantuk dan akhirnya tertidur di meja tempat kami makan mie ayam. Itu bukan pura-pura, wajahnya yang lelah dan matanya yang telihat begitu berat terlihat jelas oleh saya. Saya rasanya mau nangis melihat pemandangan seperti itu. Selesai menyanyi, si Kakak pun memaksa di adik yang mengantuk tadi untuk jalan kembali untuk mengamen. Dengan langkah sempoyongan, dan berpegangan takut jatuh, anak perempuan kecil tersebut pun mengikuti.

                Sehabis makan, saya dan pacar melanjutkan perjalanan berkeliling Kota Tua. Sayangnya, baik Museum Wayang,  Museum Sejarah Jakarta, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri sudah tutup sejak sekitar pukul 3. Mau nggak mau, saya hanya memotret bangunan tua dan bersejarah di sekitar. Saya merasa tempat yang dapat dikunjungi di Kota Tua hanyalah museum-museum tadi. Bangunan tua lainnya yang juga terdapat di sana hanyalah bangunan tua yang kumuh, tidak terawat dan sepertinya sebentar lagi hanya akan menjadi puing-puing saksi bisu kolonialisasi Belanda sekitar abad ke-20.


                Well, Jakarta has many places to be visited. Peninggalan nenek moyang maupun rekreasi yang sengaja dibuat cukup banyak di ibukota. Namun, terkadang kepedulian kita terhadap tempat-tempat tersebut membuat keadaannya berubah menjadi tak lagi indah dan segan untuk dikunjungi. Tempat rekreasi tidak hanya sarana untuk melepas kepenatan, menambah pengetahuan maupun menciptakan keceriaan, juga tempat berkumpul, menyambung silaturahmi dan bekreatifitas.

0 Response to "Tamasya ke Kota Tua"