MELIHAT HANTU JAMU GENDONG
Posted by orange lover! , 2009/02/23 12.47
Selera orang akan suatu tayangan film layar lebar itu berbeda – beda. Ada yang terima saja dengan apa yang ditonton nya, ada pula yang selalu menggerutu jika film yang disaksikannya tidak sesuai dengan hati nurani. Jiaah.. nonton film kok kayak pemilihan umum! Seperti saya ini, kalau mau menonton film di bioskop, saya harus memantapkan hati apakah film tersebut punya cerita bagus atau tidak dan siapa pemainnya. Tapi, selasa lalu, teori itu berbanding terbalik dengan apa yang saya lakukan. Saya pergi bersama HF LOVERS and Friends ( Iyah, Shero dan Sarto) untuk menonton film yang saya rasa kurang bagus. Kami berenam menonton film Hantu Jamu Gendong. Menurut produser filmnya sih katanya film itu serem dan menakutkan. Sebaliknya yang kemarin saya lihat, biasa – biasa aja tuh. Hantu nya aneh, rajin banget, jalan – jalan bolak – balik ngegentayangin manusia. Huffppff..!!
Nggak nyangka juga sih kalau harus nonton film Julia Perez itu. Gara – gara si Tice dapat ‘rezeki’, jadi dia bayarin nonton kami berlima di bioskop Bekasi Trade Center. Dia memilih film tersebut karena jam tayang nya lebih dulu dari film – film yang lain. Saya juga takut pulang kesorean sih. Maklum, orang rumah pasti nggak akan terima alasan bahwa saya habis nonton di bioskop lalu jadi pulang terlalu sore. Yah, begini lah nasib anak pingitan. Balik lagi ke cerita semula, kan nggak enak juga ya, kalau harus nonton film yang beda sama orang yang bayarin nonton nanti kan takut disangka nggak menghormati lagi. Saya dan fitri membeli enam tiket untuk film Hantu Jamu Gendong dan yang lain menunggu di bangku pojokan bioskop.
“ Kita jadi nonton film ini, Ka?” tanya Fitri agak ragu sambil melihat kearah yang lain saat mengantri.
“ Iya jadi! Udah cepetan! Daripada ke sore an!” jawab saya pasti.
“ Yakin?”
“ Ah.. lama lo!”
Akhirnya kami membeli enam tiket untuk film Hantu Jamu Gendong dan karena pemutaran film nya masih 30 menit lagi, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Setelah makan siang, kami membeli ice cream cone yang besar sekali. Kami menuju bioskop di lantai paling atas dengan eskalator sambil bercanda – canda sambil memakan ice cream yang kami beli tadi. Pada saat beranjak masuk ke bioskop, kami dihalangi oleh seorang petugas bioskop yang biasa di sebut satpam itu. Kami tidak bisa masuk bioskop dengan membawa makanan dari luar. Sumpah malu banget. Anjrrit..! Saya nggak lihat papan yang bertuliskan, DILARANG MEMBAWA MAKANAN ATAU MINUMAN DARI LUAR KEDALAM BIOSKOP! Lalu, kami terburu – buru memakan ice tersebut padahal film horor itu sudah diputar sepuluh menit yang lalu. Mampus! Ngilu banget gigi saya gara – gara makan ice terlalu banyak. Migran juga menusuk – nusuk kepala sebelah kanan. Damn!Dengan rasa bersalah, kami membuang ice cream yang hanya kami makan setengah. Sayang banget Sarto nggak mau menghabiskan ice cream kami, padahal dia sudah hebat menghabiskan ice cream nya yang seperti monas tersebut.
Thanks God, akhirnya kami bisa masuk bioskop dan buru – buru masuk studio satu dan inilah waktunya ke dunia lain dalam diri saya. Kami duduk berderetan, samping kiri saya Tice dan kanan saya, Fitri. Tiba – tiba Fitri mengagetkan kami, “ SARTO! Sarto mana?”
“ Jangan – jangan ketinggalan di luar lagi!” ujar Tice ketularan panik. “Ka, coba gih elo keluar trus jemput Sarto kasih tiketnya!” lanjut Tice.
“ Ah, males! Biarin aja, ntar kalo emang ketinggalan juga nelpon!” ujar saya cuek. Saya berusaha mencari sesosok pria yang bernama lengkap Sariyanto itu. Lalu, sekilas saya melihat orang yang memakai jaket mirip dengan jaket yang dikenakan Sarto. Dia duduk diseberang saya. Saya perhatikan teman – teman saya yang tidak lagi panik atas ketidakberadaan Sarto diantara mereka. Saya panggil orang itu dan dia menoleh. “ Heh, elo Sarto?”
“ Iya, apaan sih, Ka?”
“ Nggak apa – apa. Ya udah!” jawab saya lalu menepuk – nepuk pundak Fitri dan menunjuk ke arah Sarto. “ Itu Sarto!”
“ Hah? Oh, ya udah! Kok nggak disini aja? Suruh kesini, Ka!”
“ Biarin aja, kalo disuruh sama petugas buat pindah, itu orang juga kesini!”
Saya kembali menikmati sajian film yang mereka bilang horror ini. Duh, ngantuk! Semalam saya tidur pukul 12 karena terlalu asyik menulis cerita untuk teman saya. Saya melihat sekeliling, dari atas sampe bawah. Wah, semuanya antusias. Kok saya tidak ya? Ada apa dengan diri saya? Saya mencoba untuk merebahkan diri di kursi bioskop yang empuk ini lalu mencoba untuk menikmati film yang diputar di layar lebar di depan saya.
Setengah perjalanan film saya mulai bosan dan benar – benar mengantuk. Mata ini sudah tertutup rapat tapi entah mengapa terbuka lagi karena efek sound film yang begitu dibuat agar dapat menegangkan para penonton. Kalau tidak salah sih, film ini menceritakan tentang seorang wanita bohay penjual jamu yang tewas karena diperkosa oleh sekelompok pria tak berperikemanusiaan. Mayatnya dibuang dan dikubur begitu saja di sebuah tanah lapang. Dia bergentayangan untuk membalas dendam atas kematiannya. It’s just an ordinary story tapi dikemas berbeda oleh sang sutradara. Akting Julia Perez yang begitu menggoda memacu birahi yang membuat para pria tenang dan asyik menontonnya. Alih – alih menyaksikan adegan itu, saya tak sengaja melihat sepasang kekasih yang tergoda setan bioskop itu, melakukan sesuatu yang biasa disebut ciuman. Keadaan bioskop yang gelap membuat mereka tak menghiraukan orang – orang. Dasar tuh orang! Saya langsung mengeluarkan handphone saya dari kantong Jeans dan menelepon pacar.
“ Halo? Ada apa?” ujar pria diseberang sana.
“ Yang, bete nih!”
“ Loh, kok nonton bioskop malah bete?”
“ iya.. aneh! Mana ada yang bikin film sendiri lagi!” ujar saya agak ketus.
“ terus kenapa?”
“ Mupeng!”
“ Dasar kamu!” laki laki tersebut lalu tertawa. “ Ya udah cepetan pulang, lama banget sih cuma nonton film gitu doang!” lanjutnya.
Saya memutuskan pembicaraan lewat telepon bersama sang pacar dan kembali menikmati film yang tak bisa saya mengerti apa hikmah yang bisa saya tangkap dari film ini. Mungkin intinya, jangan ganggu tukang jamu, jangan berbuat jahat dengan memperkosa wanita penjual jamu atau jangan ganggu setan yang dulunya berprofesi sebagai tukang jamu. Whatever! Ya saya cukup tahu lah!
Saya memperhatikan Tice yang terlihat begitu serius mengikuti jalan cerita nya. Saya tak tega untuk mengganggunya. “ Ce, pulang, yuk!”
“ Ah, apaan sih lo, Ka!”
Saya menoleh ke sebelah kanan. Dari tadi si Fitri nggak mengeluarkan suara sama sekali. Saya takut ia tewas ditempat karena kebosanan. Yang saya tahu dari pertama kali masuk bioskop, muka dia sudah menunjukkan raut yang males – malesan. Seperti berada di ujung jurang. Saat saya menoleh, eh bener kan tewas ni orang. Tewas sementara! TIDUR!! Dasar, bisa banget ini cewek tidur dengan nyenyaknya di tempat seperti ini. Saya sih nggak bisa, hasrat sih timbul untuk memejamkan mata sesaat. Tapi tak mampu untuk mewujudkannya. Saya mengguncang – guncang badannya dan memanggil – manggil namanya. Tapi tetap saja dia tak berkutik dari kenyamanan tidurnya. Mungkin ini pengamalan pertamanya saat tidur di bioskop lalu dia akan menceritakan pengalamannya itu ke sahabatnya bahwa ia begitu menikmati saat-saat pulas di bioskop.
“ Ce, Fitri tidur!”
Tak ada sahutan. Dia masih berkonsentrasi pada film berhantu itu. Sesekali gadis yang saat itu memakai kerudung ungu menutup mukanya perlahan dengan telapak tangannya yang lentik a la cewek saat si hantu jamu gendong menampakkan batang hidungnya.
Aduh.. aduh... Enggak ada yang bisa meredamkan kejenuhan ini. Apa saya pura – pura aja ya pergi ke toilet trus pas saya udah diluar studio, kabur deh! Hahaha... Ada cara lain nggak ya? Hmm... Apa nggak, saya teriak aja ya, KEBAKARAN KEBAKARAN! Kan jadi nya saya ada teman buat keluar studio, banyak lagi! Ah.. sudahlah do nothing. Terima saja apa yang sedang di sugguhkan. Rezeki nggak boleh ditolak, cing!
Kini kepala saya agak pusing mungkin otak saya kaget mendengar suara sound effect dari film yang begitu menggelegar. Bukannya saya norak kayak nggak pernah nonton film di bioskop, tapi ini karena sudah lamanya saya tidak menginjakkan kaki ke bioskop. Ya, kalau di hitung – hitung sudah lebih dari setahun kali ya, nggak ke bioskop.
Akhirnya, moment yang saya tunggu di sore nan kelabu itu pun terjadi. Film selesai. Apa yang saya lihat saat hantunya nggak ngegentayangin orang – orang yang ada di film itu adalah sesi terakhir. Saya bahagia banget pada saat itu. Lampu bioskop perlahan menerangi seisi bioskop. Fitri yang sedari tadi terlalu menikmati mimpi sesaatnya itu akhirnya bangun. Lalu menanyakan hal yang saya rasa nggak terlalu penting, “ Wih.. film nya udah selesai, cing?”. Saya hanya menjawab, “ Filmnya nggak jadi diputar abisnya elo tidur sih!”. Fitri tertawa kecil. Saatnya keluar studio dan menghirup udara kebebasan. Kami berjalan beriringan menuju keluar mall. Hari sudah semakin sore. Langit mendung kelabu tak memberikan secercah rasa semangat untuk pulang. Motor saya masih terparkir di kampus jadi saya harus balik lagi ke sana. Saya kesal sekali karena teman – teman nggak ada yang melewati kampus lagi menuju jalan pulang. Sendiri lah saya. Triiiinngggg...!! Ada ide. Memanfaatkan pacar sebagai tukang jemput itu bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Saya menelpon pacar saya dan minta jemput di BTC tempat bioskop 21 berada. Dengan sedikit suara nan manja serta rayuan gombal akhirnya dia mau untuk menjemput. Jarak dan cuaca tak menjadi halangan. Hahaha.... Lebay!
Besok – besok malas ah nonton film yang nggak tau resensi nya sama sekali. Apalagi yang judulnya sudah aneh. Mau di bayarin kek, mau ditemenin pemain filmnya kek, saya tetep nggak mau. Kecuali ditemenin Teddy Soeriaatmadja, boleh deh! Hehehe.. Sutradara ganteng!
Ya sudahlah, pesan saya, hati – hati sebelum membeli, sedia payung sebelum hujan dan jangan beli kaset bajakan!
Terima kasih.